SB, NUNUKAN – Di sebuah gedung sederhana di Sebatik Timur, ratusan pasang mata terpaku pada seorang instruktur yang menunjukkan bagaimana cara melakukan kompresi dada yang benar.
Bukan dokter atau perawat, melainkan guru, anggota TNI, hingga ibu rumah tangga. Mereka adalah harapan baru di wilayah perbatasan Nunukan, di mana akses ke layanan medis seringkali menjadi tantangan berat.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Nunukan menyelenggarakan pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) yang mengubah paradigma. “Empat menit pertama sangat menentukan hidup dan mati seseorang,” ujar dr. Sholeh Rauf, Ketua IDI Nunukan, dengan nada serius.
Pelatihan ini bukan sekadar teori, tetapi praktik langsung dengan manekin medis. Ir. Jabbar, Plt Sekda Nunukan, menyaksikan langsung antusiasme peserta.
“Di sini sering terjadi kasus darurat medis, tetapi korban seringkali kehilangan nyawa karena tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan. Program ini sangat membantu,” katanya.
dr. Fadzly dari Medical Center Tawau, Malaysia, turut hadir dan menekankan pentingnya peran masyarakat. “Dokter datang belakangan, tetapi penyelamatan dimulai dari masyarakat,” tegasnya.
IDI Nunukan tidak berhenti di sini. Mereka berencana memperluas pelatihan hingga tingkat kelurahan dan desa, serta memperkenalkan alat AED di fasilitas umum. Harapannya, setiap warga perbatasan siap menjadi penyelamat. (dln)












Discussion about this post