Sepekan terakhir Direksi Perumda Tirta Alam Tarakan (PDAM) sibuk berwara – wiri untuk meyakinkan masyarakat Kota Tarakan tentang kenaikan tarif biaya perawatan (abodemen) dari yang awalnya Rp. 15.000 menjadi Rp. 26.000 (dua puluh enam ribu.
Direktur PDAM Tarakan Iwan Setiawan,S.Pd. menyampaikan, jika kenaikan tarif perawatan ini dilakukan untuk meringankan masyarakat serta didasari atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2019 yang memperbolehkan PDAM menaikkan tarif air 5 sampai 15 persen tanpa persetujuan DPRD Kota Tarakan dan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltara yang merekomendasikan agar penggantian meteran dilakukan minimal setiap lima tahun.
Namun apakah kebijakan menaikkan tarif biaya perawatan ini sudah sesuai dengan makna yang ada ? apakah benar biaya perawatan (abodemen) merupakan bagian terpisahkan dari tarif dasar. Dan, bagaimana Walikota Tarakan dr. Khairul, M.Kes. yang sejak awal menjabat menggunakan kuasa penuhnya dalam menjalankan Perumda Tirta Alam Tarakan.
Sebelum lebih jauh mengulik terkait biaya perawatan (abodemen) yang sedang diperbincangkan belakangan ini, kita akan mengupas bagaimana Walikota Tarakan dr. Khairul, M.Kes. sebagai orang yang memegang semua kekuasaan terhadap para Direksi atas seluruh Perusahaan Umum Daerah (PERUMDA) yang ada di Kota Tarakan dalam meramu perusahaan daerah khususnya pada Perumda Tirta Alam (PDAM) Tarakan selama masa jabatannya.
Pada awal periode kepemimpinan dr. Khairul, M.Kes. sebagai Walikota Tarakan di tahun 2019 dr. Khairul, M.Kes. bergerak cepat untuk memperbaiki struktur Perumda yang berada dibawah naungan Pemerintah Kota Tarakan, tertanggal 1 April 2020 orang nomor satu di Kota Tarakan tersebut kemudian melantik 5 Direktur Perusda Kota Tarakan yang salah satunya adalah Iwan Setiawan, S.Pd. sebagai Direktur PDAM Kota Tarakan.
Sedikit mengenal tentang sosok Iwan Setiawan, dirinya adalah seorang pengusaha dan politisi yang cukup aktif di Kota Tarakan pada masa – masa pemilihan kepala daerah 2018 sampai 2019 yang lalu. Keaktifannya di dunia politik kemudian mengantarkannya kepada ketegangan politik antara dirinya dengan mantan Gubernur Provinsi Kalimantan Utara pada saat itu Irianto Lambrie yang memuncak pada dilaporkannya Iwan Setiawan atas dugaan pelanggaran pidana UU ITE.
Kasus tersebut kemudian bergulir secara hukum hingga pada akhirnya Pengadilan Negeri Tanjung Selor melalui putusan perkara nomor : 1/Pid.Sus/2021/PN.Tjs. tertanggal 2 September 2021 yang pada pokoknya menyatakan Terdakwa Iwan Setiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan dijatuhi hukuman pidana percobaan selama 3 bulan dan denda sejumlah Rp. 10.000.000.
Putusan atas perkara Iwan Setiawan tersebut selanjutnya dimohonkan banding oleh Jaksa Penuntut Umum yang kemudian permohonan banding tersebut dicabut oleh Penuntut Umum sehingga menetapkan keputusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap, pada masa ini masyarakat Kota Tarakan bertanya – tanya dan penasaran tentang siapa kemudian yang akan menggantikan Iwan Setiawan sebagai Direktur PDAM Kota Tarakan.
Hal ini dikarenakan berdasarkan Pasal 65 Ayat (2) Huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah, Pasal 54 Ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara, sampai dengan Pasal 24 Ayat (2) huruf d Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Tarakan disebutkan dengan jelas dan tegas “bahwa anggota Direksi Perusahaan Umum Daerah harus diberhentikan jika terbukti dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
Namun siapa yang menyangka, alih – alih memuaskan rasa penasaran, masyarakat Kota Tarakan justru dibuat terkejut dengan penjelasan dari Iwan Setiawan dan dr. Khairul.M.Kes. yang memberikan keterangan di media bahwa “hukuman terhadap Iwan Setiawan adalah hukuman percobaan sehingga tidak masuk dalam kategori bersalah dan masih bisa melanjutkan tugas jabatannya sebagai Direktur PDAM Tarakan.
Pendapat mengejutkan dari dua orang pejabat publik ini tentu saja membuat semua pihak tersentak, bagaimana mungkin sekelas pemerintah daerah bisa mengangkangi peraturan yang secara hierarki sudah terstruktur, kuat dan rapi dari tingkat pusat sampai ke daerah bisa dikesampingkan oleh seorang Walikota Tarakan, pernyataan ini jelas memunculkan pertanyaan yang baru tentang kenapa Walikota Tarakan dr. Khairul, M.Kes, berani mati – matian pasang badan mempertahankan Iwan Setiawan sebagai Direktur PDAM Tarakan bahkan dengan cara menabrak semua peraturan perundang – undangan dari tingkat pusat sampai daerah yang bisa berdampak pada dimakzulkannya dr. Khairul,M.Kes, sebagai Walikota Tarakan karena tidak tunduk dan patuh kepada Undang – Undang dan segala peraturan yang berlaku di Indonesia. Apakah ini merupakan bagian dari bentuk politik balas budi dr. Khairul,M.Kes kepada Iwan Setiawan yang tercatat sebagai salah satu tim sukses dr. Khairul, M.Kes pada masa pemilihan Walikota tahun 2018 ?
Tentu kita dapat menelaah lebih lanjut melalui acara pengambilan sumpah jabatan Direktur Perusahaan Umum Daerah Kota Tarakan pada tahun 2024, tepatnya 29 Februari 2024 dr. Khairul, M.Kes, melantik lima Direktur Perumada Kota Tarakan yang salah satunya lagi – lagi adalah Iwan Setiawan sebagai Direktur PDAM Tarakan, pengangkatan para Direktur Perumda Kota Tarakan ini terasa janggal dikarenakan masa jabatan para Direksi Perumda Kota Tarakan yang pada saat itu masih belum berakhir, terdapat jeda satu bulan sampai para Direksi lama habis masa jabatannya dan harus diganti dan dilantik kembali untuk kedua kalinya, merujuk pada Keputusan Walikota Nomor : 639.05/HK-III/156/2020 tertanggal 30 Maret 2020 Tentang Pengangkatan Direktur Perusahaan Umum Daerah Periode 2020 – 2024, yang menjelaskan bahwa para Direksi Perumda periode sebelumnya menjabat selama empat tahun terhitung mulai 30 Maret 2020 sampai dengan 30 Maret 2024 kemudian dihubungkan dengan waktu pelaksanaan Pelantikan para Direksi baru termasuk Iwan Setiawan selaku Direksi PDAM Tarakan untuk periode kedua pada tanggal 29 Februari 2024, secara administrasi tata negara hal ini jelas menyalahi ketentuan yang ada karena sebelumnya tidak ada pemberhentian para Direksi tahun 2020 – 2023 sampai dengan diangkatnya para Direksi Perumda baru untuk periode kedua.
Keputusan dr. Khairul, M.Kes, selaku Walikota Tarakan jelas menggiring opini publik jika dirinya harus mengamankan seluruh jajaran yang ada di lingkaran politiknya sebelum dirinya di ganti dengan Pj. Walikota pada tanggal 1 Maret 2024 karena akan mengikuti pemilihan kepala daerah untuk ke dua kalinya.
Namun apapaun alasannya pengangkatan para Direksi Perumda periode 2024 – 2029 jelas menyalahi aturan dan skema administrasi tata pemerintahan karena menyebabkan seluruh Perumda Kota Tarakan pada rentan Februari sampai Maret 2024 memiliki dua orang yang menduduki jabatan Direktur sekaligus karena para Direksi Perumda Tarakan periode sebelumnya masih aktif berdasarkan Surat Keputusan Walikota Tarakan.
Selanjutnya menyoal terkait penaikan tarif abodemen PDAM Tarakan, apakah seluruh wara wiri klarifikasi Direksi PDAM Tarakan sudah sesuai sebagaimana mestinya, atau klarifikasi tersebut dibuat untuk mendinginkan situasi di tengah bergejolaknya persoalan nasional terkait beberapa penaikan tarif pelayanan publik di tengah kesulitan pertumbuhan ekonomi nasional. Pihak pengelola menyampaikan bahwa kenaikan ini bukan termasuk kenaikan tarif air, melainkan hanya biaya abodemen.
Pernyataan semacam ini patut ditanggapi secara kritis, sebab dalam praktik pengelolaan air minum, abodemen sebenarnya merupakan bagian dari struktur tarif itu sendiri.
Dalam regulasi maupun praktik penyelenggaraan layanan publik, tarif air terdiri atas dua komponen: biaya tetap (fixed cost) dan biaya pemakaian (usage cost). Abodemen masuk kategori biaya tetap yang wajib dibayar pelanggan, meskipun pemakaian airnya nol atau sangat minim. Artinya, abodemen bukanlah biaya tambahan yang berdiri sendiri, melainkan salah satu elemen tarif air. Oleh karena itu, ketika abodemen dinaikkan, maka pada hakikatnya terjadi kenaikan tarif air secara keseluruhan.
Mengatakan bahwa kenaikan abodemen bukan kenaikan tarif, berpotensi menyesatkan publik. Sebab pelanggan PDAM akan tetap mengeluarkan biaya lebih besar dari sebelumnya. Bagi rumah tangga kecil atau masyarakat berpenghasilan rendah, kenaikan abodemen justru lebih berat dibanding kenaikan tarif pemakaian, karena sifatnya wajib dibayar terlepas dari jumlah air yang digunakan.
PDAM Tarakan memang menghadapi tantangan besar dalam pembiayaan operasional, investasi jaringan, hingga peningkatan kualitas layanan namun di tengah situasi ekonomi yang seperti ini Pemerintah Kota Tarakan seharusnya dapat meramu solusi alternatif selain menimpakan masalah – masalah tersebut ke dompet masyarakat Kota Tarakan karena pada hakikatnya Perumda dibangun dengan nafas untuk mendompleng jaminan kesejahteraan masyarakat bukan untuk meraup keuntungan sebesar – besarnya dari masyarakat yang dibalut dengan bahsa kiasan deviden.
Kondisi ini tentunya harus segera di tanggapi oleh Walikota Tarakan dr.Khairul,M.Kes, dengan melakukan penyegaran di manajemen maupun pada anggota Direksi PDAM Tarakan, baik dengan melakukan penggantian Direksi maupun mencegah naikknya biaya tarif abodemen di tengah terseoknya stabilitas ekonomi nasional saat ini.
hal ini tentunya untuk mencegah terjadinya gejolak amarah publik yang mungkin saja dapat bermuara pada terganggunya keamanan, kondisifitas, dan keambrukan ekonomi di Kota Tarakan. Masyarakat Kota Tarakan sudah jenuh melihat Direksi PDAM yang dengan segala upaya memeras keringat hanya untuk menyenangkan kepala daerah dan tidak perduli kepada keadaan ekonomi masyarakat setempat serta tidak memperdulikan serangkaian aturan yang seharusnya menjadi acuan dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat.
Pada kesimpulannya kita bisa bersepekulasi jika Perumda Tirta Alam Kota Tarakan sejak kepemimpinan Walikota Tarakan dr. Khairul, M.Kes, benar – benar diperkosa dengan menggunakan kekuatan abuse of power karena telah menabrak seluruh peraturan perundang – undangan dan aturan yang berlaku di Indonesia. Selain itu, pelanggaran administrasi dan tata kelola administrasi pemerintahan yang amburadul melengkapi poin Perumda Tirta Alam sebagai Perumda yang telah melakukan tindakan maladministrasi terbanyak di Kota Tarakan.
Discussion about this post