SB, TARAKAN – Aplikasi pesan instan MiChat, yang awalnya dirancang untuk komunikasi gratis antar keluarga dan teman, kini menjadi alat yang disalahgunakan untuk prostitusi online.
Kemudahan akses tanpa pengawasan ketat memicu kekhawatiran akan penyebaran HIV/AIDS, terutama di Kota Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara), yang mencatatkan tren kenaikan kasus dan menduduki peringkat pertama di provinsi tersebut.
Berdasarkan SimilarWeb per Oktober 2022, mayoritas pengunjung situs MiChat berasal dari Indonesia dengan 83,73%, jauh melampaui negara lain.
Dari segi usia, SimilarWeb melaporkan, pengguna MiChat didominasi kelompok produktif yakni 18-24 tahun dengan persentase 37,45%, diikuti usia 25-34 sebanyak 32,91%, usia 35-44 tahun sebesar 14, 41%.
Kelompok usia muda ini menjadi populasi rentan terhadap penyalahgunaan aplikasi untuk aktivitas berisiko.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tarakan, angka menunjukkan peningkatan kasus reaktif HIV dari 108 kasus pada 2023 menjadi 118 kasus pada 2024.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan, Irwan Yuwanda menjelaskan, data diatas total dari kelompok resiko yang terdiri Wanita Pekerja Seks (WPS), Waria, Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL), IDU (pengguna jarum suntik), Ibu Hamil, Pasien TB, Pasien Infeksi Menular Seksua (IMS), WBP (warga binaan pemasyarakatan), Pelanggan PS periksa HIV, Pasangan Resiko Tinggi (RISTI) periksa HIV, Pasangan ODHIV periksa HIV, Calon pengantin periksa HIV, Pasien HEPATITIS periksa HIV, Anak ODHIV periksa HIV, dan Populasi umum periksa HIV.
Menurut Irwan, tingginya kasus HIV/AIDS di Tarakan dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang besar dibandingkan wilayah lain di Kaltara, serta tingkat risiko yang tinggi pada kelompok tertentu.
Namun, ia mengakui adanya keterbatasan dalam menjangkau populasi yang belum siap menjalani pengobatan meskipun telah terdeteksi.
Meskipun Dinas Kesehatan telah aktif melakukan edukasi dan pemeriksaan rutin di lokasi hiburan malam dan lokalisasi setiap tiga bulan, penjangkauan terhadap pekerja seks online melalui MiChat masih menemui kendala.
“Pelaku Wanita Pekerja Sex (WPS) di MiChat sangat tertutup dan sulit dilacak karena mereka menggunakan nama samaran serta tidak terbuka soal identitasnya,” ungkap Irwan.
Dugaan sementara menyebutkan ada dua tipe pelaku prostitusi melalui MiChat yang terkoordinasi dan yang beroperasi secara personal.
Akan tetapi, hingga kini belum ada data pasti mengenai jumlah WPS online yang terdeteksi HIV karena sulitnya melakukan pendataan.
“Kami belum pernah menjangkau mereka secara langsung untuk edukasi atau pemeriksaan,” ucapnya.
Dinas Kesehatan terus mengoptimalkan strategi pencegahan melalui edukasi dan Sosialisasi, khususnya pada ibu hamil yang wajib diperiksa status HIV, hepatitis, dan sifilis untuk deteksi dini.
Selain itu, pihaknya kerap melakukan pemeriksaan rutin yang dilakukan di tempat hiburan malam dan lokalisasi dengan kerja sama yang baik dari kelompok WPS offline.
Irwan mengimbau pelaku prostitusi online yang masih melakukan aktivitas berisiko untuk berani memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit.
“Kami jamin kerahasiaan identitas dan siap membantu pengobatan,” tukasnya.(OC)
Discussion about this post