SB, NUNUKAN – Masyarakat adat Tidung Sembakung Hilir, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, mengeluhkan dampak operasional PT Mandiri Intiperkasa (MIP) terhadap lingkungan di wilayah hukum adat mereka.
Perusahaan yang beroperasi di wilayah hukum adat Desa Pelaju ini, sesuai SK Bupati Nunukan Nomor 188.45/692/VII/2019, diduga menyebabkan pencemaran lingkungan yang merugikan masyarakat setempat.
Keluhan ini bermula ketika masyarakat adat melaporkan adanya pencemaran lingkungan akibat aktivitas perusahaan. Menurut laporan, tiga sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat untuk mencari ikan dan kebutuhan lainnya tertutup akibat longsor yang disebabkan oleh aktivitas PT MIP.
“Ini tempat kami mencari kehidupan, mencari ikan dan lain-lain. Tapi sampai saat ini tertutup,” ujar Sekretaris Komunitas Masyarakat Adat Tidung Sembakung Hilir Rudi Hartono dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang berlangsung di ruang pertemuan Ambalat 1 DPRD Nunukan, Senin (6/10/2025).
Masyarakat adat telah menyampaikan keluhan ini kepada perusahaan dan pemerintah daerah. Pihak perusahaan mengklaim telah melakukan perbaikan terhadap kerusakan lingkungan tersebut dan melaporkannya ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Namun, tim dari masyarakat adat yang melakukan pengecekan di lapangan menemukan bahwa perbaikan belum dilakukan secara signifikan.
“Belum dikerjakan sama sekali, cuma ada tiang-tiang pancang di situ. Mungkin itu supaya tim tidak bisa masuk, sungai itu ditutup,” ungkap Rudi Hartono.
Masyarakat adat merasa kecewa karena perwakilan PT MIP menolak untuk bertemu dan berdialog secara kekeluargaan dengan alasan sibuk dengan produksi. Mereka menekankan bahwa perusahaan seharusnya memperhatikan kepentingan masyarakat adat yang wilayahnya menjadi tempat perusahaan mencari keuntungan.
“Bapak cari makan di tempat kami. Masyarakat adat harus digarisbawahi, kamu datang jauh-jauh dari Jakarta ke Kalimantan mengambil hasil bumi yang ada di Desa Pelaju, wilayah adat desa Pelaju, sehingga bapak bisa kaya raya. Kalau sudah kaya raya, jangan membunuh masyarakat secara perlahan,” tegas perwakilan masyarakat adat.
Masyarakat adat juga menantang pemerintah dan anggota DPR untuk melakukan pengecekan langsung ke lapangan guna memastikan apakah laporan perbaikan yang disampaikan perusahaan sesuai dengan kenyataan. Mereka mengklaim memiliki bukti bahwa banyak lubang dan kerusakan lain yang belum diperbaiki.
“Kalau mau bukti, kita sama-sama dari DPR yang terhormat, pemerintah, kembali kita cek, apa betul dikerjakan atau belum. Tapi kami sudah pastikan, kami cek lapangan itu belum dikerjakan sama sekali, cuma ada pancang. Kalau mau betul-betulnya, kita cek lagi, banyak lubang-lubang di sana itu belum tertutup,” tambahnya.
Masyarakat adat berharap agar PT MIP bersedia berdialog secara baik-baik dan memperhatikan kepentingan masyarakat adat Pelaju. Mereka juga meminta pemerintah untuk bertindak tegas dan memastikan perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi. (dln)
Discussion about this post