SB, NUNUKAN – Media sosial Facebook dihebohkan dengan unggahan terkait dugaan penarikan biaya ilegal alias ‘pungli’ untuk pemulangan 8 Warga Negara (WN) Malaysia.
Mereka sebelumnya diamankan Imigrasi Nunukan karena masuk Pulau Sebatik secara ilegal pada Senin, 20 Oktober 2025 lalu.
Dalam sebuah unggahan tersebut disampaikan bahwa “biaya yang diperlukan per orang untuk bisa segera di deportasi oleh Imigrasi Nunukan korban adalah WNI yang telah lama tinggal di Malaysia dan telah memiliki identitas Malaysia dan kebetulan berkunjung ke Indonesia menjenguk keluarga dan makan bakso. Tarif yang diminta sebelumnya adalah Rp 50 juta perorang namun berdasarkan hasil negosiasi akhirnya bisa turun menjadi RM 3.000 atau sekitar Rp 11 juta perorang,” tulis unggahannya.
Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Adrian Soetrisno, melalui Kasi Teknologi dan Informasi Keimigrasian (Tikim), Iwan SE, dengan tegas membantah informasi yang viral tersebut. “Tidak ada seperti itu. Kalau ada petugas kami melakukan seperti postingan di medsos (penarikan biaya), kami tindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya dalam jumpa pers, Jumat (7/11/2025).
Iwan mengungkapkan, sejak awal penangkapan 8 WN Malaysia di Pulau Sebatik, Imigrasi Nunukan telah melakukan jumpa pers sebagai langkah transparansi dan edukasi kepada masyarakat. Proses penangkapan hingga pemulangan telah dijabarkan secara gamblang melalui pemberitaan wartawan.
“Jadi kabar yang beredar itu sama sekali tidak berdasar dan tidak benar,” tegasnya.
Iwan mengakui adanya pembayaran untuk biaya pemulangan WN Malaysia sebesar Rp 194.000 per orang. Namun, pembayaran tersebut dilakukan atas permintaan Konsulat Malaysia di Pontianak untuk biaya Surat Perakuan Cemas (SPC) atau emergency passport, yang serupa dengan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di Indonesia.
“Kita talangi pembayaran itu dulu ke Konsul Malaysia di Pontianak dan kita punya bukti pembayaran itu,” jelas Iwan sambil menunjukkan bukti pembayaran.
Ia kembali menegaskan, semua tindakan Imigrasi Nunukan, mulai dari pengamanan hingga pemulangan WN Malaysia ilegal, telah sesuai dengan peraturan perundangan keimigrasian.
Menanggapi klaim akun medsos yang mengaku memiliki bukti transfer Rp 11 juta, Iwan menyatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui pembayaran tersebut ditujukan kepada siapa, yang jelas bukan ke Imigrasi Nunukan.
Iwan juga menyampaikan, Imigrasi Nunukan sangat dirugikan dengan status Facebook tersebut. Ia mengimbau masyarakat untuk melakukan cek dan ricek sebelum menghakimi atau membagikan ulang status yang berpotensi mencemarkan nama baik institusi.
Pernyataan Imigrasi Nunukan dikuatkan oleh Bahrun, seorang warga Nunukan yang merupakan keluarga dari salah seorang WN Malaysia yang diamankan. Bahrun dihadirkan dalam jumpa pers untuk menjernihkan masalah dan mengklarifikasi kebenaran dugaan ‘pungli’ yang disorot oleh status medsos. “Imigrasi tidak ada meminta bayaran. Itu intinya,” singkatnya.
Sebelumnya, aksi nekat 6 warga negara (WN) Malaysia berakhir dengan deportasi oleh petugas Imigrasi Nunukan. Mereka terpaksa dipulangkan karena masuk secara ilegal ke Pulau Sebatik hanya demi menikmati semangkuk bakso, Senin (20/10/2025) lalu.
Petugas Imigrasi Nunukan mendapati 8 WN Malaysia yang masuk secara ilegal melalui Dermaga Lale Sallo, Sungai Pancang, sekitar pukul 15.20 WITA. Dua di antaranya, pasangan suami istri Hassaniah Binti Omar (59) dan W Kamarudin Bin W Ahmad (62), telah dideportasi terlebih dahulu pada Selasa (28/10/2025) karena alasan kesehatan dan memiliki dokumen keimigrasian yang lengkap.
Sementara 6 WN Malaysia lainnya hanya berbekal Identity Card (IC) Malaysia, sehingga harus menunggu proses verifikasi identitas dari Kedutaan Malaysia di Pontianak. Setelah proses verifikasi selesai, Imigrasi Nunukan kembali mendeportasi keenam WN Malaysia tersebut pada Senin (3/11/2025).
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Fredy menjelaskan, deportasi ini dilakukan berdasarkan Pasal 113 dan/atau Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Surat Keputusan Kepala Kantor Imigrasi Nunukan Nomor WIM.18.IMI.4-1692 s.d. 1702.GR.03.09 Tahun 2025.
“Seluruh proses keberangkatan diawasi secara langsung oleh petugas Inteldakim guna memastikan pelaksanaan deportasi berjalan sesuai prosedur hukum dan menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan,” ujarnya melalui pesan tertulis, Selasa (4/11/2025).
Fredy menambahkan, deportasi ini merupakan bagian dari komitmen Imigrasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah perbatasan. Imigrasi Nunukan menegaskan perannya sebagai garda terdepan dalam pengawasan keimigrasian di wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia, serta memastikan perlintasan antarnegara berlangsung aman, tertib, dan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami terus memperkuat pengawasan dan memastikan setiap tindakan keimigrasian dilakukan sesuai aturan, demi menjaga kedaulatan negara dan tertibnya lalu lintas orang di perbatasan,” tegasnya.
Kasus ini menjadi pengingat bagi siapa pun untuk selalu mematuhi peraturan keimigrasian yang berlaku. Jangan sampai keinginan sesaat untuk menikmati kuliner berakhir dengan masalah hukum dan deportasi. (dln)











Discussion about this post