SB, NUNUKAN – Ancaman menghentikan operasional penyeberangan Nunukan-Tawau oleh H. Andi Darwin, salah seorang pengusaha kapal bakal menjadi masalah besar jika benar dilakukan. Sebab, berhentinya penyedia kapal penyeberangan itu tak hanya mengganggu alur transportasi laut ke luar negeri saja, namun banyak warga Nunukan yang terpaksa kehilangan pekerjaan lagi. Mulai dari, mereka yang bekerja di kapal, pedagang dan kegiatan ekonomi lainnya.
Pengusahan kapal regular rute Nunukan – Tawau, H. Andi Darwin mengungkapkan, sebagai penyedia jasa penyeberangan ke luar negeri, selama ini pihaknya sudah sangat murah hati dengan tidak pernah menaikkan harga tiket. Walaupun kadang pemerintah sibuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Ia mengaku jika sejak sekitar 20 tahun menggeluti bisnis kapal penyeberangan Nunukan – Tawau ini, persoalan pemilik kapal didenda karena paspor penumpang bermasalah, baru terjadi.
‘’Kalau sampai billing (denda) masih ditagihkan ke kami, kami siap stop beroperasi. Kita lihat kalau Nunukan tidak ada kapal berangkat ke Malaysia seperti apa,’’ ancam Andi Darwin saat rapat dengar pendapat (RDP) di kantor DPRD Nunukan belum lama ini.
Midah (26), penjual pulsa keliling dan kartu ponsel ini mengaku bakal sulit lagi mendapatkan pembeli jika kapal penumpang Nunukan-Tawau ini benar-benar berhenti. Sebab, yang menjadi pembelinya rata-rata penumpang asal Malaysia yang ingin ke Sulawesi Selatan (Sulsel). “Sepi lagi pembeli tu kalau mau stop kapal resmi. Bambong (mengganggur) lagi kita,” ujarnya.
Anwar (34), tukang valuta asing (valas) keliling atau disebut tukang dolar di perbatasan ini mengaku bakal kesulitan juga mendapatkan penghasilan. “Ada saja kapal resmi susah dapat ringgit. Apalagi kalau sampai tutup resmi. Bisa juga usaha saya tutup,” keluhnya.
Tak berbeda jauh dengan Midah dan Anwar. Maman (43) juga merasakan hal yang sama karyawan di salah satu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) di Nunukan ini mengaku bakal kesulitan menjalankan usahanya jika hal tersebut terjadi. Sebab, satu-satunya jalur resmi bagi PMI ke Malaysia hanya menggunakan transportasi laut.
“Kalau sampai berhenti, bagaimana PMI berangkat ke Malaysia. Apa mungkin ke Tarakan lagi? Karena naik pesawat tidak mungkin,” kata Maman saat ditemui media ini.
Ia mengatakan, PMI yang ditangani selama ini tujuan kerjanya di Sabah, bagian Malaysia Timur. Seperti, Tawau, Lahad Datu, Sandakan dan Kota Kinabalu. Sehingga, jalur paling dekat hanya Nunukan-Tawau.
“Ya, kalau Nunuka ditutup, paling dekat lewat Tarakan saja. Itupun tidak setiap hari berangkatnya. Belum lagi ke Tarakan pakai speeboat lagi. Pasti biayanya bertambah. Belum lagi kalau bermalam. Pasti susah jadinya,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Dr Andi Mulyono SH menilai, denda sebesar Rp1,6 miliar yang ditujukan ke pemilik kapal rute internasional Nunukan–Tawau salah alamat. Ia menilai tanggung jawab atas pelanggaran administratif keimigrasian bukan ke pelaku usaha, melainkan di bawah wewenang petugas imigrasi.
“Denda ini salah alamat. Seharusnya pihak imigrasi yang bertanggung jawab, bukan pemilik kapal. Pelaku usaha hanya menjalankan kegiatan operasional angkutan penumpang dan barang,” tegas Andi Mulyono.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengusaha kapal penyeberangan internasional Nunukan-Tawau menolak membayar denda senilai Rp1,6 Miliar yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia melalui Imigrasi Klas II TPI Nunukan atas denda biaya pelanggaran keimigrasian mengangkut penumpang yang masa berlaku paspornya habis sebelum 6 bulan.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dipimpin Ketua Komisi 1 DPRD Nunukan Dr. Andi Mulyono di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan, Selasa (17/6) pagi tadi.
Perwakilan pemilik kapal, H. Andi Dawin mengungkapkan, denda yang ditagihkan ke pemilik kapal sangat tidak masuk akal. Sebab, ada perbedaan aturan di Indonesia dan Malaysia terkait masa berlaku paspor. Sehingga membuat mereka merasa beban yang diberikan tidak dapat diterima.
“Di Malaysia, paspor yang masa berlakunya tersisa tiga bulan masih boleh keluar masuk negara. Sementara di Indonesia, masa berlaku tinggal enam bulan sudah tidak boleh. Jadi kenapa kami penyedia jasa, yang hanya mengangkut dengan kapal harus dikenakan denda,” ungkap H. Andi Darwin.
Dikatakan, para penumpang asing yang naik kapal, sudah melalui pemeriksaan Imigrasi Malaysia dan keberangkatan kapal juga disahkan oleh otoritas pejabat pelabuhan setempat. “Lalu salah kami di mana? Ini beda aturan masa berlaku paspor. Malaysia meski kurang tiga bulan masa berlaku paspor masih disahkan, sementara di Indonesia kalau tinggal enam bulan sudah tidak boleh. Terus kami pemilik kapal yang menanggung denda. Kan tidak masuk akal,” ujarnya.
Padahal, lanjut Darwin, para penumpang sudah melalui pemeriksaan Imigrasi Malaysia dan keberangkatan kapal juga disahkan oleh otoritas pejabat pelabuhan setempat. Sementara untuk memeriksa paspor penumpang itu bukan kewenangan pemilik kapal.
“Jika memang ada pelanggaran masa berlaku itu seharusnya penumpang itu dipulangkan saja. Tidak diterima di Imigrasi Nunukan seperti pemerintah Malaysia,” ungkapnya.
Nur Rahmat, pemilik kapal lainnya menambahkan, pada pasal 18 ayat 1 huruf c pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian itu, penanggung jawab alat angkut yang datang dari luar Indonesia, diwajibkan untuk membawa keluar warga asing yang datang tak memenuhi persyaratan.
“Terus kenapa itu tidak dilakukan, malah kami para pengusaha kapal yang dikenakan sanksi denda. Kan bisa disuruh pulangkan kembali ke negaranya. Kapal yang angkut yang menanggung itu. Kalau Imigrasi saklek menerapkan aturan di Nunukan, habis semua itu yang di pelabuhan,” ungkapnya kecewa.
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Klas II TPI Nunukan, Adrian Soetrisno mengungkapkan, apa yang dilakukan ini hanya menjalankan instruksi dari Dirjen Imigrasi untuk menagih denda pelanggaran keimigrasian tersebut. “Jadi ada surat BPK yang dikirim ke Dirjen Imigrasi, menegur adanya tunggakan denda pembayaran di pelabuhan Nunukan. Teguran itu sampai ke kami dalam bentuk perintah penagihan, dan itu yang kami lakukan,” ujarnya.
Peraturan tentang masa berlaku (validity) paspor RI tercantum dalam Bagian Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Menurut Pasal 8 ayat (1), disebutkan bahwa ‘Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku.
Lalu, di bagian penjelasan UU Keimigrasian untuk Pasal 8 Ayat (1), tertulis bahwa ‘Yang dimaksud dengan ‘dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku’ adalah dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan masih berlaku sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan sebelum masa berlakunya berakhir’.
“Tercantum pula konsekuensi denda untuk pelanggaran, sebesar Rp 50 juta per orang,” jelasnya.
Ia menegaskan, masalah denda ini, merupakan hasil pemeriksaaan BPK secara nasional. Ada sekitar 20 pelabuhan dan Bandara dengan kasus yang sama. “Jadi Imigrasi melakukan pemeriksaan atas dasar manifest data yang kita scan. Data itu terbaca BPK, dan muncullah surat teguran ke Dirjen Imigrasi dan muaranya ke kami Imigrasi Nunukan,” jelas Adrian.
Berdasarkan surat teguran yang ditandatangani Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Adrian Soetrisno, pada 2 Juni 2025 ini terdapat 7 kapal yang harus menanggung denda tersebut yakni, KM Labuan Ekspress dengan 7 penumpang, sebesar Rp350 juta. KM Purnama Ekspres dengan 7 penumpang, sebesar Rp350 juta. KM Mid East Ekspres dengan 8 penumpang, sebesar Rp400 juta. KM Bahagia No 8 dengan 3 penumpang, sebesar Rp150 juta. KM Nunukan Ekspress dengan 1 penumpang sebesar Rp50 juta. KM Malindo Ekspress dengan 7 penumpang, sebesar Rp350 juta. KM Kaltara Ekspress dengan 1 penumpang, sebesar Rp50 juta
.
Denda diberikan lantaran adanya penumpang asing dengan paspor yang masa berlakunya tersisa 6 bulan, terdiri dari 31 WN Malaysia, dan 2 WN Filipina. (dln)
Discussion about this post