SB, TARAKAN – Tak hanya perusahaan ternama di sejumlah kota besar saja yang kedapatan menahan ijazah asli karyawannya meski sudah tak lagi bekerja. Di Kota Tarakan juga ditemukan hal serupa. Ijazah mantan karyawan PT Putra Raja Mas ditahan dan baru bisa diambil bila mantan karyawan tersebut sudah membayar sejumlah uang kepada perusahaan.
Kabar ini terungkap saat Komisi I DPRD Kota Tarakan melakukan Inpeksi Mendadak (Sidak) jelang siang tadi. Sidak ini dilakukan setelah ada laporan dari beberapa mantan karyawan PT Putra Raja Mas ke Komisi I DPRD Kota Tarakan. Dalam laporan itu, diungkap juga soalnya adanya dugaan pembayaran Rp500 ribu bila ingin ijazahnya dikembalikan. Tapi, saat Komisi I DPRD Kota Tarakan tiba di lokasi perusahaan, ternyata tak mudah meminta ijazah itu dari perusahaan tersebut.
Para mantan pekerja yang ditahan ijazahnya juga ikut dalam sidak ini. Mereka tentu saja kesal dengan kejadian ini. Terlihat mantan pekerja dan rekannya berkerumun dan sempat terdengar mengeluarkan beberapa kalimat dan kata kasar. Yang mengejutkan, seorang mantan pekerja PT Putra Raja Mas bernama Iksan mengaku, ijazahnya ditahan sejak 2016.
“Datang ke sini untuk berjuang bersama teman-teman yang lain (agar perusahaan) mengembalikan ijazah kami yang ditahan selama di tahun 2016. Sampai sekarang belum dikembalikan. Dari tahun 2016 itu saya berhenti kerja,” ungkapnya.
Iksan kemudian membenarkan, syarat mengambil ijazah yang ditahan dibutuhkan biaya per ijazah. Namun, berapa banyak ijazah yang ditahan belum bisa dia pastikan. “Kalau di RT saya, sama teman-teman di sini, ada 6 orang total,” tutur Iksan.
Dia pun mengaku berat menebus ijazahnya. Menurut Iksan, selama ini mereka bekerja untuk mencari nafkah. Namun dia tak habis pikir nasibnya justru tidak baik. “Kami ini kan orang kurang mampu. Kita ini mencari kerja, mencari uang,” tegas Iksan.
Tak hanya mantan pekerja, Ketua Komisi I DPRD Kota Tarakan, Adyansa juga tak bisa menyembunyikan kekesalannya. Menurutnya, pihak perusahaan tidak kooperatif saat dilakukan sidak. Adyansa bahkan dengan tegas menyebut, tindakan perusahaan yang menahan ijazah karyawan sebagai jaminan tidak bisa dibenarkan.
“Jangan menahan ijazah pekerja, itu tidak benar dan itu apalagi sudah ada dari surat edaran dari kementerian. Tindakan itu tidak benar, tidak dibenarkan dan bisa masuk unsur pidana,” tegasnya.
Sempat juga terjadi ketegangan saat sidak. Hal itu terjadi saat staf perusahaan tidak bersedia memberikan nomor telepon pemilik perusahaan kepada Adyansa dkk. Bahkan, sekelas Wakil Wali Kota Tarakan, Ibnu Saud yang juga meminta nomor pemilik perusahaan, diabaikan.
“Ya, tadi saya juga agak sempat keras terkait saya meminta nomor owner-nya ternyata bersikeras juga karyawan di sini untuk mempertahankan diri. Makanya, sempat saya bilang keras-keras juga, bisik-bisikannya ownernya ini, bahwa ‘jangan kau kasih nomor telepon ke siapapun’. Sampai Wakil Wali Kota juga yang minta tidak dikasih-kasih, hebat juga ini bisik-bisikannya,” kesal Adyansa.
Adyansa pun meyakinkan, pihaknya akan membuka komunikasi lebih lanjut dengan pemilik perusahaan. Ia juga berharap pimpinan perusahaan untuk kooperatif ke aparatur pemerintahan dan DPRD demi mencari jalan keluar persoalan ini.
“Tapi kita lihat nanti mudah-mudahan owner-nya kooperatif oleh pemerintah dan teman-teman DPR. Nanti kami panggil secara baik-baik, semua segala macam. Kalau datang, Alhamdulillah, kita mau cari baiknya saja. Pada intinya tidak ada yang melarang pengusaha untuk berusaha atau berinvestasi di Tarakan,” pungkasnya. (sdq)
Discussion about this post