NUNUKAN – Pulau Sebatik, yang terletak di perbatasan Indonesia dan Malaysia, menjadi pusat perhatian terkait isu kewarganegaraan ganda.
Fenomena ini menghadirkan dilema kompleks yang melibatkan kebutuhan ekonomi, identitas sosial, dan ancaman terhadap kedaulatan negara.
Bagi sebagian warga Sebatik, memiliki kewarganegaraan ganda adalah solusi untuk bertahan hidup. Akses yang lebih mudah ke lapangan kerja dan peluang bisnis di Malaysia menjadi daya tarik utama. Upah yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi di Malaysia memberikan harapan akan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga mereka.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan Andi Mulyono <span;>mengatakan, ketentuan perundang-undangan di Republik Indonesia dengan jelas melarang kepemilikan dua identitas kewarganegaraan. Bahkan kesalahan kecil pada paspor saat melaksanakan ibadah haji atau umroh dapat menjadi masalah besar di imigrasi. Petugas imigrasi dan Dukcapil telah berupaya maksimal dalam melaksanakan tugas mereka.
Namun, persoalan ini menjadi lebih kompleks di daerah perbatasan seperti Sebatik. Tidak dapat dipungkiri, banyak warga yang secara diam-diam mungkin lebih memilih menjadi warga negara Malaysia karena faktor kesejahteraan hidup. Kebutuhan pokok seperti minyak, beras, dan gula sulit didapatkan di sini. Jadi, sulit menyalahkan pilihan tersebut karena memang tidak ada pilihan lain.
Membuktikan seseorang memiliki identitas warga negara ganda bukanlah hal mudah. Ada kesulitan dalam menyinkronkan data antara negara Malaysia dan Indonesia.
“Saya pernah menemukan seorang teman dari suku Bugis di Tawau yang meminta bantuan untuk membuat KTP Indonesia. Alasannya, jika ada masalah di Tawau, ia bisa lari ke Indonesia, dan sebaliknya. Ini menjadi tempat persembunyian untuk mencari selamat dari persoalan perekonomian yang berkonsekuensi hukum,” ungkap Andi Muliyono saat menjadi narasumber pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Persatuan Warta Indonesia (PWI) Nunukan di Balai Pertemuan Umum (BPU) Sungai Nyamuk, SebatiknTimur, Kamis (25/9/2025).
Adiknya sendiri, Andi Mulyama, lanjutnya, lahir di Tawau. Dalam akta kelahirannya tertulis Andi Mulyama Tawau bin Andi Suleman. Ia memiliki identitas Malaysia, bahkan diberikan tanah oleh negara tersebut. Namun, ia memilih untuk menjadi warga negara Indonesia dan memahami konsekuensi hukumnya jika identitas Malaysia itu ditemukan. Ia tidak mengurus administrasi di Malaysia, menghilangkan identitasnya di sana. Dulu, dengan IC (identitas Malaysia), seseorang bisa bekerja dengan bebas dan terjamin keamanannya serta kesejahteraannya.
“Implementasi aturan perundang-undangan di Pulau Sebatik agak berbeda. Orang-orang dengan kemampuan ekonomi di atas rata-rata juga kami perkirakan memiliki identitas ganda. Alangkah baiknya jika Dukcapil dapat memproteksi KTP dan mencocokkannya dengan data di Malaysia. Sayangnya, KTP kita masih KTP nasional, bukan internasional,” pungkasnya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Nunukan Agustinus Palantek mengungkapkan, sebagai bagian dari warga negara Indonesia, penduduk dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Terkait data masyarakat di Sebatik yang teridentifikasi memiliki IC (identitas Malaysia) dan KTP Indonesia, kami dari Dinas Kependudukan tidak memiliki data tersebut karena tidak dapat mengidentifikasi siapa saja yang memiliki IC.
“Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, kami memproses permohonan masyarakat sesuai dengan permohonan yang masuk. Kami tidak turun ke lapangan untuk mengidentifikasi apakah seseorang memiliki IC atau tidak. Yang jelas, dengan sejumlah persyaratan yang disyaratkan sudah lengkap, misalnya pengantar dari ketua RT, lurah, camat, dan seterusnya,” jelasnya.
Ketika persyaratan sudah dilengkapi, kata Agustinus, Dinas Kependudukan wajib memproses karena pihaknya sudah mempercayai aparat di bawahnya. “Kami tidak boleh mengintervensi kewenangan mereka. Ketika berkas sampai ke Dukcapil, wajib kami proses,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasubsi Lalu Lintas Keimigrasian Kantor Imigrasi Nunukan Zulfan Adrian Pratama mengatakan, penentuan status kewarganegaraan merupakan isu krusial yang secara tegas diatur oleh undang-undang di Indonesia, di mana kepemilikan dua kewarganegaraan tidak diperbolehkan. Ranah penentuan status ini secara fundamental berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), khususnya melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).
Dengan adanya kabinet terbaru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, struktur Kemenkumham mengalami pemekaran menjadi tiga kementerian terpisah: Kementerian Hukum, Kementerian Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
“Meskipun demikian, kewenangan penentuan status kewarganegaraan tetap berada pada entitas yang mengurusi hukum, yakni Kementerian Hukum,” ujar Adrian mewakili Kepala Kantor Imigrasi Nunukan yang berhalangan hadir.
Dalam konteks penegakan aturan ini, lanjutnya, Imigrasi memiliki peran vital, terutama dalam kasus-kasus deportasi atau penemuan individu yang diduga memiliki kewarganegaraan ganda. Proses verifikasi yang dilakukan Imigrasi sangat teliti. Misalnya, jika seseorang diduga sebagai warga negara Malaysia, Imigrasi akan melakukan verifikasi ke Konsulat Malaysia untuk memastikan apakah individu tersebut terdaftar sebagai warga negara Malaysia. Demikian pula, verifikasi dilakukan terhadap status kewarganegaraan Indonesianya.
Jika terbukti seseorang memiliki dua kewarganegaraan, maka salah satu status harus gugur. Apabila individu tersebut ditentukan sebagai warga negara asing, Imigrasi akan melakukan tindakan administrasi keimigrasian berupa deportasi, yaitu memulangkan yang bersangkutan ke negara asalnya. Sebaliknya, jika terbukti sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), maka tidak ada masalah.
Langkah tegas dari Imigrasi untuk menertibkan kasus kewarganegaraan ganda ini bukan isapan jempol belaka. “Saya sendiri pernah terlibat sebagai saksi dalam kasus calon bupati yang mencuat pada masa pandemi, sekitar tahun 2020 atau 2021, di Polda Kaltara. Kasus-kasus semacam ini menunjukkan komitmen nyata Imigrasi dalam menjaga integritas status kewarganegaraan dan kedaulatan negara,” jelasnya. (dln)
Discussion about this post