SB, NUNUKAN – Ketua Tim Perlindungan Balai Pelayanan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara (Kaltara) Asriansyah menyebutkan, awal tahun ini, jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang dideportasi Pemerintah Malaysia melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan telah mencapai 1.166 orang.
“Jumlah itu didatangkan secara berkala mulai Januari hingga 4 Juni ini,” sebut Asriansyah kepada suryaborneo saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Dikatakan Asriansyah, dalam proses penanganannya, eks deportasi ini ditampung di Rumah Susun Sederhana (Rusunawa) yang terletak di Kelurahan Selisun, Kecamatan Nunukan Selatan. “Setelah didata dan diberikan pembekalan, mereka dipersilakan pulang atau mengikuti keluarga mereka,” ungkapnya.
Hanya saja, lanjutnya, tetap harus ada yang menjamin agar mereka tidak lagi kembali ke Malaysia menggunakan jalur ilegal. “Kalau mau keluar negeri lagi, ada syaratnya. Apalagi yang bermaksud ingin bekerja lagi. Paspor dan tempat kerja yang pasti,” jelasnya.
Kendati demikian, kata Ardiansyah, eks PMI deportasi ini tentu belum bisa mendapatkan paspor baru lantaran telah memiliki Surat Perjalan Laksana Paspor (SPLP) yang dikeluarkan pihak Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) yang ada di Malaysia.
“Kalau sudah ada SPLP, maka orang tersebut masuk daftar hitam untuk masuk ke negara yang bersangkutan. Kalau di Nunukan, ya ke Malaysia tadi,” jelasnya.
Untuk diketahui, lanjut Ardiansyah, tujuan dikeluarkannya SPLP KJRI adalah untuk memberikan dokumen perjalanan pengganti bagi WNI yang tidak memiliki paspor dan ingin pulang ke Indonesia. SPLP ini digunakan dalam keadaan tertentu, seperti paspor hilang, paspor rusak, atau WNI yang berada di luar negeri secara ilegal. “Jadi, yang dideportasi itu sudah jelas. Berada di Malaysia secara ilegal,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Tim Penempatan BP3MI Kaltara Wina Veronica Anggola ST menyebutkan, jumlah total PMI prosedural yang diproses di BP3MI Kaltara sejak Januari hingga Juni ini telah mencapai 3.169 orang. Jumlah tersebut berasal dari permohonan 7 Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang beroperasi di Nunukan. Para PMI ini didominasi dari NTT, lalu Susel kemudian Sulbar.
“Selagi syaratnya terpenuhi, kami tebitkan rekomendasi untuk bekerja. Apalagi, pihak P3MI juga mampu memenuhi syarat pekerja. Seperti, asunransi, perusahaan yang dituju dan data perusahaannya jelas,” ungkap Wina.
Menurutnya, masih banyak PMI non prosedural yang melintas selama ini bukan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan. Namun, hal ini karena kemauan sendiri dari calom PMI. Apalagi jika dibujuk rayu oleh oknum calo. Diiming-imingi bahwa mereka bisa sampai tempat kerja tanpa harus menunggu lama.
“Yang selama ini kami ketahui, calon PMI hanya mau cepat ke Malaysia dan bekerja. Soal dokumen, urusan belakang,” bebernya.
Padahal, lanjutnya, di Nunukan ini sudah ada P3MI yang telah mendapat izin tertulis dari pemerintah pusat untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan bekerja di luar negeri, termasuk proses seleksi, pelatihan, dan penempatan. “Merka ini (P3MI) bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak PMI, termasuk hak asuransi, jaminan sosial, dan perlindungan hukum,” pungkasnya. (dln)
Discussion about this post