SB, NUNUKAN – Di tengah gempuran modernisasi dan budaya asing, masyarakat Kabupaten Nunukan menunjukkan keteguhan dalam mempertahankan jati diri melalui kekayaan kuliner tradisional. Hal ini terungkap dalam Festival Kuliner Tradisional yang meriah, menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan HUT ke-26 Kabupaten Nunukan, Rabu (15/10).
Lebih dari sekadar pesta kuliner, festival ini menjadi wadah bagi beragam etnis di perbatasan Indonesia–Malaysia untuk memamerkan warisan budaya melalui cita rasa khas daerah. Dari suku Dayak Lundayeh di dataran tinggi Krayan hingga suku Tidung di pesisir, setiap hidangan bukan hanya sekadar makanan, melainkan representasi dari sejarah dan identitas masyarakat perbatasan.
Karolina, perwakilan Dayak Lundayeh, memperkenalkan lontong istimewa yang terbuat dari beras Adan, padi organik khas pegunungan Krayan yang telah mendunia.
Ia juga menyajikan olahan umbut pisang sanggar dan jamur tumis rempah, dua hidangan adat yang selalu hadir dalam upacara sakral.
“Setiap makanan memiliki makna mendalam. Kami memasaknya dengan cara turun-temurun, karena setiap masakan menyimpan cerita unik,” ungkap Karolina.
Edy Sasmito, seorang penggiat kuliner tradisional dari suku Tidung, menghadirkan Nasi Besubut, nasi yang dicampur dengan jagung atau pisang, sebagai simbol perjuangan masyarakat Tidung di masa sulit.
Ada juga Umbus Musilui yang terbuat dari daun singkong tumbuk, serta Kanon Masin Gami, ikan asin pedas yang menggugah selera.
“Generasi muda harus memahami bahwa makanan ini bukan sekadar lauk pauk, tetapi warisan berharga dari leluhur kita,” tegasnya.
Bupati Nunukan, Irwan Sabri, menekankan pentingnya pelestarian kuliner tradisional sebagai bagian integral dari menjaga eksistensi budaya di wilayah perbatasan.
Menurutnya, setiap resep mengandung nilai filosofi yang perlu diwariskan kepada generasi penerus.
“Setiap bahan dan cara memasak menyimpan makna sosial dan sejarah yang mendalam. Inilah identitas kita sebagai masyarakat perbatasan yang kaya akan budaya,” ujarnya.
Irwan menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk mendorong pelestarian budaya nonbenda melalui berbagai pelatihan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat, termasuk di bidang kuliner.
“Kuliner dapat menjadi alat diplomasi budaya dan promosi pariwisata yang efektif. Kami ingin dunia tahu bahwa di ujung utara Indonesia terdapat cita rasa yang tak tergantikan,” pungkasnya. (dln)
Discussion about this post