SB, TARAKAN – Belakangan ini, Satpol PP gencar mengamankan ODGJ yang berkeliaran di jalanan, yang kemudian dirujuk ke RSUD dr Jusuf SK Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) untuk mendapatkan perawatan.
Namun, dengan kapasitas yang terbatas, rumah sakit terus berupaya menangani pasien dengan sebaik mungkin meskipun sering kali berada dalam kondisi melebihi kapasitas.
Berdasarkan data resmi dari RSUD dr Jusuf SK Tarakan, total pasien Ruang Teratai sebanyak 42 orang dengan kapasitas 40 orang.
Kepala Ruangan di RSUD dr Jusuf SK Tarakan, Sardi Muhammad membenarkan kondisi tersebut. Ia menjelaskan, pihaknya hanya memiliki 40 tempat tidur untuk pasien jiwa, tetapi sering kali melampaui kapasitas tersebut.
“Saat ini kami memiliki 42 pasien, sehingga sudah over kapasitas. Kami mengakalinya dengan menambah extra bed sebanyak 5-6 tempat tidur,” ungkap Sardi.
Saat ini, Ruang Teratai menjadi rujukan untuk beberapa kabupaten di Kaltara, termasuk Tanjung Selor, Malinau, Kabupaten Tanah Tidung, dan bahkan Berau. Namun, kapasitas rumah sakit menjadi tantangan utama.
Sementara, Kepala Staf Medis Fungsional (SMF) Jiwa, dr. Rahmawati Nur Indah,Sp.KJ menambahkan, pasien jiwa di RSUD Tarakan dibagi ke dalam dua ruangan.
Ruangan Teratai A untuk pasien akut dan Teratai B untuk pasien yang sudah stabil dan siap dipulangkan.
Overload ini disebabkan oleh lambatnya perputaran pasien, terutama karena kendala pemulangan pasien dari luar kota Tarakan.
“Untuk pasien Tarakan, kami bisa mengantar ke rumah masing-masing jika keluarga tidak memiliki biaya. Namun, untuk pasien di luar Tarakan, seperti Bulungan, Nunukan, Kabupaten Tana Tidung atau Malinau, biaya pengantar, pemulangan, dan penanggung jawab menjadi masalah,” jelas Rahmawati.
Pemulangan pasien sering kali terhambat, terutama untuk pasien dari luar Tarakan, yang menyebabkan overload di rumah sakit.
Jika pemulangan berjalan lancar, masalah kapasitas ini kemungkinan tidak akan terjadi. Namun, setelah pasien dipulangkan, ada kasus di mana pasien kembali mengalami gangguan jiwa.
“Setelah pasien layak pulang, kami serahkan ke keluarga dengan edukasi yang sudah kami berikan. Namun, keberhasilan pemulihan sangat bergantung pada kepatuhan minum obat, perhatian keluarga, dan lingkungan yang mendukung,” tambah dr. Rahmawati.
Tantangan lain adalah sulitnya melacak alamat pasien oleh puskesmas setempat, yang menyebabkan kunjungan rumah untuk memastikan pasien rutin minum obat menjadi terhambat.
Pasien dengan diagnosis psikotik, halusinasi, atau waham membutuhkan pengobatan berkelanjutan, dan peran keluarga sangat penting dalam hal ini.
Data di RSUD Tarakan menunjukkan bahwa pasien ODGJ berasal dari berbagai penyebab, termasuk faktor sosial, genetik, dan penggunaan narkotika, khususnya sabu.
“Ada juga yang murni karena faktor genetik,” tukasnya.(OC)
Discussion about this post