SB, NUNUKAN – Kabupaten Nunukan di Kalimantan Utara kian menegaskan perannya sebagai garis depan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, alih-alih hanya menjadi simbol kedaulatan, daerah ini kini juga menjadi titik rawan yang diintai berbagai ancaman serius baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Ancaman yang mengintai bukanlah isapan jempol. Wilayah ini menjadi jalur masuk bagi peredaran narkoba, illegal fishing, perdagangan orang (TPPO), hingga potensi aksi terorisme, yang kini kian masif terjadi di daerah perbatasan. Pernyataan tegas ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Nunukan, Hasan Basri, dalam kegiatan coffee morning bersama insan pers dan elemen intelijen, Selasa (22/7/2025).
“Pelita diharapkan menjadi benteng pertahanan, khususnya mengingat isu agama seringkali dimanfaatkan untuk memecah belah masyarakat, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Nunukan, sebagai ‘beranda depan NKRI’ harus dijaga keamanannya untuk menjaga citra Indonesia di mata negara tetangga,” kata Hasan Basri kepada sejumlah media
Pada kegiatan Kewaspadaan dini untuk deteksi dan pencegahan potensi Ancaman, Tantangan, Hambatan, Gangguan (ATHG) di bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Pertahanan Keamanan (Ipoleksosbudkam) yang dikemas dalam kegiatan coffee morning di ruang pertemuan Resto Lenfin itu, Hasan menyampaikan salah satu langkah konkret yang tengah dijalankan pemerintah daerah melalui Bakesbangpol adalah pembentukan Forum Pemuda Lintas Agama (Pelita).
Forum ini, kata dia, dirancang untuk menjadi garda terdepan dalam deteksi dini dan pencegahan radikalisme serta penyebaran narkoba, terutama di kalangan anak muda.
“Fokus utama Pelita adalah mempererat kerukunan antar umat beragama, mengingat kerentanan wilayah terhadap isu-isu agama yang berpotensi memecah belah,” ungkapnya.
Hasan menekankan bahwa Pelita tidak berdiri sendiri. Forum ini secara langsung diintegrasikan dengan program kerja Kesbangpol dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sehingga keberlanjutan program akan terjamin setidaknya hingga lima tahun ke depan.
Di sisi lain, peran Kementerian Agama juga dinilai penting dalam penguatan program ini. Edukasi terhadap pemuda tentang nilai-nilai toleransi, kebangsaan, dan penangkalan terhadap ajaran ekstrem menjadi perhatian bersama.
“Kerjasama dengan Kementerian Agama menjadi kunci dalam mengedukasi pemuda agar terhindar dari paham radikal dan pengaruh negatif lainnya,” tambahnya.
Lebih jauh, Hasan juga mewanti-wanti tentang ancaman eksternal yang bersifat teritorial. Beberapa wilayah perbatasan seperti Sebatik, Krayan, dan Kabudaya dinilai sangat rentan terhadap potensi kehilangan wilayah jika tidak diawasi secara ketat.
“Bahaya laten yang mengintai bukan hanya dari dalam, tetapi juga dari luar. Potensi hilangnya wilayah seperti Sebatik, Krayan, dan Kabudaya ke negara tetangga harus jadi perhatian serius. Perbatasan seringkali menjadi titik awal perpecahan suatu negara, sehingga kewaspadaan dan kesigapan menjadi kunci utama,” jelas Hasan Basri.
Dirinya pun berharap inisiatif Pelita bisa menjadi role model atau percontohan bagi wilayah-wilayah perbatasan lain di seluruh Indonesia.
“Inisiatif Pelita, dengan fokus pada pemuda lintas agama, menjadi salah satu langkah strategis untuk menjaga keutuhan NKRI dari ancaman di wilayah perbatasan. Semoga inisiatif ini dapat menjadi contoh bagi daerah perbatasan lainnya di Indonesia,” pungkasnya. (dln)
Discussion about this post