SB, NUNUKAN – Di tengah sulitnya ekonomi masyarakat Nunukan saat ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan justru merencanakan upaya kenaikan tarif pajak dan retribusi. Upaya itu terlihat dari adanya rancangan perubahan atas Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dibahas dengan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan di ruang Ambalat 1, kantor DPRD Nunukan, Jumat (13/6) kemarin.
Namun, rapat yang sejatinya mulus ternyata terpantau alot. Bahkan, Ketua Komisi 1 DPRD Nunukan, Dr Andi Mulyono SH MH sempat menyaringkan suaranya saat rapat sudah tak fokus ke tujuan pasti dari pembahasan Perda ini. Dia pun mengingatkan pemerintah daerah melalui perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang hadir agar tidak mengambil tindakan yang dapat merugikan masyarakat.
“Apalagi mengenai kenaikan tarif. Karena hal ini perlu dipertimbangkan,” kata Andi Mulyono.
Menurutnya, sebelum rencana kenaikan dilakukan, seharusnya pemerintah melakukan simulasi potensi pendapatan di tengah masyarakat. “Tapi memang harus betul-betul simulasi dan bisa betul-betul dipertanggungjawabkan nilai-nilai yang diterapkan. Misalnya, Rp15 ribu, Rp16 ribu, Rp17 ribu. Itu ada ukurannya semua. Bukan hanya hapus, tambah, kurang. Tidak. Kita harus pakai yang terukur. Kalau cuma apa yang terlintas di pikiran, saya rasa bapak ibu di sini semua ahlinya, bagi-bagi, kurang-kurang tadi,” tegasnya.
“Kita tidak boleh hanya apa yang terlintas di pikiran. Tetapi semua tindakan dan pergerakan harus terukur. Kita tidak boleh hanya apa terlintas dipikiran mau turun mau naik, mau apa,” sambungnya.
Ia menilai, dalam setiap tindakan yang dilakukan tentu harus berdasarkan kajian dalam menentukan suatu nilai. “Tetapi kan ada alat ukur itu. Yang dulunya 11% menjadi 12% kewajiban pajak. Dan perlu juga kita melihat bagaimana mengsinkronisasikan antara kebutuhan fiskal dan belanja daerah. Ini yang menentukannya. Tentunya, Bapak kita semua harus berkoordinasi dengan Bappeda dan keuangan,” nilainya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nunukan Fitraeni, S.Sos saat dikonfrmasi suryaborneo.com mengaku dirinya tidak hadir dalam rapat di kantor perwakilan rakyat itu. Sebab, saat rapat berlangsung dia sedang berada di luar daerah. Kendati demikian, Fitraeni mengaku apa yang dibahas bukan terkait kenaikan tarif pajak dan retribusi daerah saja. Namun, pembahasan hasil evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
“Seingat saya, yang ada kenaikan adalah retribusi pelayanan kebersihan dan Pajak MBLB karena adanya tambahan untuk pengenaan opsen (pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu) Provinsi,” ungkapnya.
Dikatakan, Pajak MBLB merupakan pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di dalam dan atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan. “Jadi, bukan soal kenaikan pajak dan retribusi ya,” pungkasnya. (dln)
Discussion about this post