SB, TARAKAN – Sengketa lahan di Kelurahan Pantai Amal, Tarakan Timur, kembali memanas. Pemicu utamanya adalah keberadaan sertifikat prada yang diterbitkan puluhan tahun silam, namun kini menjadi dasar klaim atas tanah yang telah dihuni warga selama bertahun-tahun.
Ketegangan ini mencuat kembali setelah Komisi I DPRD Kota Tarakan melakukan kunjungan lapangan ke RT 4 dan RT 5 pada Selasa (17/6/2025). Dalam tinjauan tersebut, ditemukan sejumlah kejanggalan serius terkait status kepemilikan lahan yang diduga bertumpuk alias tumpang tindih.
“Sertifikat prada ini dulu diterbitkan saat Tarakan masih menjadi bagian dari Kabupaten Bulungan. Tapi persoalannya, warga sudah tinggal di lahan itu jauh sebelum sertifikat ini ada,” ungkap Ketua Komisi I DPRD Tarakan, Adyansa.
Warga setempat menegaskan bahwa mereka telah menempati lahan tersebut secara turun-temurun. Bahkan, sejumlah bangunan permanen seperti rumah dan masjid telah berdiri kokoh sejak lama. Hal ini memperkuat argumen bahwa lahan tersebut bukan tanah kosong yang tiba-tiba diklaim.
“Di sini ada masjid, rumah-rumah permanen, dan warga yang sudah tinggal puluhan tahun. Ini bukan kawasan kosong yang tiba-tiba diklaim,” tegas Adyansa.
Yang membuat situasi semakin pelik, sebagian warga di kawasan yang sama justru telah berhasil mendapatkan sertifikat hak milik. Padahal, menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), wilayah itu termasuk dalam zona merah yang seharusnya tidak bisa disertifikasi.
“Kami heran, di area yang menurut BPN masuk zona merah, ada sebagian yang bisa punya sertifikat sah, sementara yang lainnya tidak. Ini jadi pertanyaan besar yang harus dijawab,” lanjutnya.
Komisi I DPRD Tarakan berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam waktu dekat. Rapat ini akan menghadirkan berbagai pihak terkait, mulai dari warga terdampak, pemegang sertifikat prada, BPN, hingga instansi pemerintah lainnya.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya penyelesaian yang adil dan transparan, mengingat dampak sosial dari konflik ini dinilai cukup besar dan berpotensi memicu keresahan masyarakat.
“Kami tidak ingin hak masyarakat yang telah lama tinggal di sana diabaikan. Ini soal kepastian hukum dan keadilan,” tegas Adyansa.
Sengketa lahan Pantai Amal kini menjadi pekerjaan rumah penting bagi Pemerintah Kota Tarakan. DPRD menilai perlu adanya penataan ulang dalam kebijakan pertanahan untuk menghindari tumpang tindih kepemilikan dan konflik berkepanjangan.
“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kita harus hadir dan memastikan penyelesaiannya,” tutupnya. (rz)
Discussion about this post