SB, NUNUKAN – Perintah Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjamin pendidikan dasar warga negara secara gratis untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) di sekolah negeri dan swasta disambut gembira. Termasuk warga di perbatasan, Kabupaten Nunukan. Berkaitan dengan keputusan MK itu, Berbagai tanggapan muncul saat suryaboneo.com mencoba meminta pendapat masyarakat.
Seperti yang disampaikan Anwar (42). Ayah 3 anak ini mengaku, pendidikan gratis itu memang kebutuhan masyarakat. Tak perlu melihat sekolah swasta atau negeri, karena tujuannya sama, yakni mencerdaskan anak bangsa. Seharusnya, kata Anwar, kebijakan itu sudah dilakukan sejak dulu.
“Saya mendukung putusan MK itu. Harusnya swasta juga digratiskan. Gaji gurunya sama gaji sekolah negeri juga. Kenapa baru sekarang?,” ungkapnya.
Meskipun keputusan MK bersifat final, sejumlah masyarakat justru meragukan pemerintah dapat menerapkannya. Sebab, jangankan pendidikan gratis, gaji tenaga pengajar non ASN di sekolah negeri saja pun masih ada yang menunggak.
“Swasta gratis? Apa sanggup negara menanggungnya? Gaji guru honorer di negeri saja masih terkatung-katung, ini ditambah sekolah swasta lagi, uang dari mana? Dana BOS saja pasti tidak cukup,” ungkap Ardian, kepada suryaborneo.com saat ditemui di tokonya.
Ada juga masyarakat yang justru khawatir bakal banyak sekolah negeri ditinggal pelajarnya dan beralih ke sekolah swasta jika hal tersebut wujud. Sebab, sekolah swasta ada yang memiliki kurikulum tambahan, dinilai lebih baik dijalankan.
“Kalau swasta gratis, (Saya) yakin sekolah negeri bakal banyak yang tutup. Sudah dipastikan kualitas pendidikan makin downgrade karena fasilitas pasti banyak yang dibatasi,” ungkap Marlina, warga lainnya.
Dan lebih menohok lagi, masyarakat justru meragukan pemerintah mampu menjalankan apa yang telah diputuskan MK. Sebab, beberapa program pemerintah sampai saat ini belum berjalan maksimal. Bahkan dirasa merugikan masyarakat. Seperti progam Makan Bergizi Gratis (MBG) yang direalisasikan Presiden RI Prabowo Subianto.
“Jangankan sekolah gratis, yang program makan gratis se Indonesia saja belum terbukti. Hanya wacana saja,” ujar Rahman.
Selain itu, ada juga masyarakat yang mempertanyakan tentang apanya yang digratiskan. Apakah gratis mendaftar dan gratis masuk saja. Sementara pembayaran lainnya, seperti buku pelajaran, seragam dan kegiatan lainnya tetap ada pembayaran. “Yang gratis apanya? SPP, buku pelajaran, seragam, kegiatan – kegiatannya ?,” tanya Anti, warga Pasar Inhutani yang 2 orang anaknya mengenyam pendidikan di salah satu sekolah swasta berbasis Islam ini.
“SD Negeri iya sudah gratis SPP, tapi masih ada saja kegiatan yang memberatkan. Misalnya, renang dan outing class, buat kami yang ekonomi pas-pasan ini sangat memberatkan,” sambung warga lainnya.
“Kalau gratis beneran jangan ada pungutan uang kegiatan. Infak atau apapun itu. Apalagi buku masih kudu beli. Bukan gratis itu namanya,” kata Ayu dengan mimik kesalnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Nunukan Ahmad mengaku telah mendapat informasi terkait gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) itu. Ia mengatakan, pihaknya tentu menunggu petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Pendidikan untuk melakukan perintah MK ini.
“Tentu kami sangat mendukung putusan ini. Apalagi ini persoalan pendidikan mendasar. Tentunya kebutuhan masyarakat,” ujarnya
Hanya saja, lanjutnya, untuk menjalankan diperlukan juknis sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. “Seperti BOS dan Bosda. Jadi, tidak langsung dijalankan begitu saja. Dan saya yakin tentu ada pembahasan lintas kementerian sebelum diterapkan putusan itu,” pungkasnya.
Sebagaimana yang dikutip dari Jawapos.com, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemerintah dan pemerintah daerah (Pemda) untuk menjamin pendidikan dasar warga negara dengan tidak menarik pungutan apa pun. Dengan kata lain, pendidikan dasar mulai dari SD hingga SMP harus gratis. Baik di pendidikan negeri maupun swasta.
Hal itu tertuang dalam putusan MK nomor 3/PUU-XXII/2024 yang dibacakan di Gedung MK Jakarta, Selasa (27/5). Gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, dan lain-lain.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo.
Dalam putusan itu, MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, jika tidak dimaknai pemerintah wajib menggelar pendidikan dasar tanpa memungut biaya. “Baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” tambahnya.
Dalam pertimbangannya, Hakim MK Guntur Hamzah menjelaskan, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan dasar. Hal itu sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang mewajibkan setiap warga negara mendapat hak pendidikan dasar.
Adanya kewajiban membayar biaya pendidikan, lanjut dia, berpotensi menghambat upaya warga negara untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya. Lebih lanjut, MK juga menyoroti bantuan keuangan negara hanya difokuskan pada sekolah negeri.
Padahal, secara faktual, banyak anak Indonesia yang mengikuti pendidikan dasar di sekolah swasta atau madrasah swasta.
“Negara tidak boleh lepas tangan atau mengalihkan tanggung jawab pembiayaan kepada penyelenggara pendidikan swasta,” kata dia.
Mahkamah menegaskan, tanggung jawab utama penyelenggaraan wajib belajar tetap berada di tangan negara. Meskipun masyarakat ikut andil dalam hal tersebut.
“Negara tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya, bahkan dalam konteks pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh swasta,” ungkap Guntur.
Untuk diketahui, perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama dengan tiga Pemohon perorangan, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Mereka meminta agar pendidikan dasar 9 tahun (SD-SMP) digratiskan, tidak hanya pada sekolah negeri, namun juga sekolah swasta. (dln)
Discussion about this post