SB, NUNUKAN – Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan menilai, sanksi denda terhadap pengusaha kapal penyeberangan Nunukan – Tawau senilai Rp1,6 miliar untuk 7 kapal dinilai salah alamat. Sebab, sanksi yang diberikan bukan merupakan kesalahan dari pemilik kapal.
Olehnya itu, adanya benturan aturan mengenai validasi paspor seharusnya menjadi bahan evaluasi dan dilaporkan ke Dirjen Imigrasi dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) yang mengeluarkan perintah tersebut. “Sangat mungki ini (sanksi denda Rp1,6 miliar), salah alamat. Keluar masuk orang asing wewenang siapa. Kan Imigrasi, tanda masuk diberikan Imigrasi, karena pemilik kapal tidak punya otoritas memverifikasi penumpang,” kata Anggota DPRD Nunukan, Gat Khaleb dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar antara pemilik kapal dan pihak Imigrasi Klas II TPI Nunukan, kemarin.
Dikatakan Gat, Kabupaten Nunukan tidak bisa dilihat secara hitam ataupun putih. Dan hampir semua barang yang masuk Nunukan, illegal. “Artinya, jangan samakan perbatasan Negara dengan wilayah lain. Di sini kita berjuang mendapat barang kebutuhan dari sebelah untuk hidup,” ungkap Gat.
Anggota DPRD Nunukan lainnya, Andre Pratama juga mengamini hal tersebut. Ia mengatakan awal kedatangan ke pelabuhan sampai masuk kapal penumpang, semua calon penumpang menjalani pemeriksaan Imigrasi. Sementara pemilik kapal hanya sebatas memeriksa dan memastikan nama dalam tiket sesuai dengan manifest kapal. Untuk itu, kata Andre, seharusnya Imigrasi menindaklanjuti teguran BPK dengan hak jawab.
“Jelaskan kronologisnya, ada beda aturan validity antara Malaysia dan Indonesia. Kalau secara nalar ini kan tidak masuk akal. Saya sarankan jangan dibayar, biar BPK turun lapangan, lihat langsung kondisi sebenarnya di Nunukan,” ujarnya.
Kemudian, anggota DPRD Nunukan Sadam Husein menambahkan, menurutnya ada yang salah dari situasi ini. Jika melihat kronologisnya, seakan Negara ini bangkrut sehingga mencari celah bagaimana memeras rakyatnya. “Masalah penumpang paspornya kedaluwarsa itu paling besar tanggungjawabnya Imigrasi. Imigrasi juga harus dikenakan denda kalau seperti itu aturannya,” ungkap Saddam.
Ia mencontohkan sebuah perlakuan Malaysia, ketika dirinya mendapat blacklist. Ia dipulangkan kembali ke Indonesia dengan kapal lain. “Terus kenapa di Indonesia main denda yang jumlahnya tidak kecil. Sepertinya ini butuh pembahasan cukup panjang,” tanyanya.
Ketua Komisi 1 DPRD Nunukan, Dr. Andi Mulyono ikut menegaskan, kasus ini ibarat sebuah perumpamaan di mana penjual pisau diperkarakan akibat pisaunya digunakan untuk sebuah kejahatan. “Kita perbatasan Negara, ada kasus yang tak kunjung selesai masalah batas territorial di Sebatik. Kita berdebat masalah sanksi validity paspor yang aturannya juga beda. Ini butuh evaluasi dan tindak lanjut,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjutnya, DPRD Nunukan merekomendasikan agar pihak Imigrasi membuat laporan hasil pertemuan hari ini ke Dirjen. DPRD juga meminta agar para pengusaha kapal tidak membayar denda.
“Selanjutnya kita akan ke Dirjen membahas soal ini,” tutup sembari membacakan pantun. (dln)
Discussion about this post