SB, NUNUKAN – Pemerintah Malaysia kembali mendeportasi 209 Warga Negara Indonesia (WNI) melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, pada Kamis (25/9/2025).
Ratusan WNI ini dipulangkan setelah menjalani masa penahanan akibat berbagai pelanggaran hukum di Malaysia.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kalimantan Utara (Kaltara), Andi M. Ichsan, menjelaskan, mayoritas pelanggaran terkait dengan dokumen tinggal. “Paling banyak itu pelanggaran dokumen tinggal. Mereka tidak memiliki paspor tapi tetap bekerja dan tinggal di Malaysia,” ujarnya.
Para deportan sementara ditempatkan di Rusunawa Nunukan untuk pendataan ulang. Data dari BP3MI mencatat, dari 209 deportan, 154 adalah laki-laki dewasa, 34 perempuan dewasa, 14 anak laki-laki, dan 7 anak perempuan. Satu orang deportan batal dipulangkan karena sakit dan masih dirawat di Sabah, Malaysia.
Sebagian besar deportan berasal dari Sulawesi Selatan (91 orang), diikuti Nusa Tenggara Timur (36 orang), dan Kalimantan Utara (14 orang). Sisanya berasal dari berbagai provinsi lain seperti Kalimantan Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Banten.
Jenis pelanggaran yang menyebabkan deportasi bervariasi, antara lain, masuk Malaysia secara ilegal sebanyak 85 orang, habis izin tinggal sebanyak 51 orang, lahir di Sabah tanpa paspor sebanyak 45 orang, penyalahgunaan narkoba sebanyak 24 orang, Tterlibat kriminal ada 4 orang dan terkait pembunuhan 1 orang.
Berdasarkan surat dari Konsulat RI Kota Kinabalu, deportasi ini terdiri dari 139 PMI dari Detensi Imigrasi Kota Kinabalu dan 71 PMI dari Detensi Sandakan. Pemerintah Malaysia secara resmi menyerahkan para deportan kepada pemerintah Indonesia.
Kombes Pol Andi Ikhsan menegaskan, pihaknya akan terus memantau perkembangan para deportan selama berada di Nunukan. “Kami berkoordinasi dengan BP2MI dan aparat intelijen untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang dan penyelundupan PMI,” katanya.
Pemerintah menilai tingginya angka deportasi ini sebagai peringatan penting terkait pengawasan migrasi dan kesadaran hukum masyarakat. Faktor ekonomi dan kurangnya pemahaman tentang dokumen perjalanan menjadi penyebab utama WNI bekerja secara ilegal di Malaysia.
Keberadaan 21 anak di antara para deportan menjadi perhatian serius. Pemerintah daerah berjanji akan memberikan pendampingan dan akses pendidikan agar hak-hak mereka tetap terpenuhi selama proses pemulangan ke kampung halaman.
Kasus 24 deportan yang terlibat narkoba juga menyoroti aspek keamanan dan kesehatan. Pemerintah daerah bersama BP3MI menyiapkan program rehabilitasi dan reintegrasi agar para deportan dapat kembali beraktivitas normal di masyarakat.
“Pemerintah pusat merekomendasikan peningkatan kerja sama dengan otoritas Malaysia, penguatan regulasi perlindungan PMI, serta sosialisasi menyeluruh tentang hak dan kewajiban tenaga kerja migran untuk menekan angka pekerja migran ilegal,” pungkasnya. (dln)
Discussion about this post