SB, TARAKAN – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Tarakan memprediksi potensi cuaca ekstrim masih akan terjadi sampai akhir bulan Februari 2025.
Hal tersebut seiring dengan tingginya potensi pembentukan awan-awan hujan di wilayah Kalimantan Utara, khususnya di Kota Tarakan. Kepala BMKG Tarakan, Sulam Khilmi mengatakan, secara umum di Indonesia pada bulan Januari dan Februari adalah puncak musim hujan.
“Jadi memang secara umum di Indonesia, Januari-Februari ini adalah puncak musim hujan,” kata Sulam, Senin (3/2/2025).
Dijelaskan Khilmi, untuk Kota Tarakan sendiri, tidak memiliki musim atau hujan sepanjang tahun. Kendati Tarakan sudah terbiasa diguyur hujan, potensial peningkatan curah hujan masih bisa terjadi.
“Ada beberapa periode yang ada peningkatan hujannya, seperti terjadi pada bulan yang saya sebutkan tadi, di seluruh wilayah Kaltara,” jelasnya.
Adapun prediksi akumulasi curah hujan bulanan di bulan Februari, kata dia, masuk dalam kategori tinggi. Bisa mencapai 300 mm sampai 400 mm dalam sebulan.
“Beberapa wilayah seperti Malinau, Bulungan dan Tarakan diprediksi mengalami intensitas hujan tinggi,” ucapnya.
“Sedangkan di bulan Maret, sebagian wilayah Malinau, Nunukan dan Bulungan juga diprediksi mengalami curah hujan dengan intensitas tinggi.
Oleh karena itu Khilmi menghimbau kepada masyarakat untuk memantau kondisi cuaca terkini melalui media sosial BMKG Tarakan dan media massa.
“Lebih detail itu podcaster kami akan merilis prospek cuaca 7 hari, dan akan kita turunkan lagi menjadi peringatan dini cuaca ekstrim 3 harian. Kemudian kita turunkan lagi lebih detail lagi per kelurahan, perkiraan cuaca 24 jam ke depan,” terangnya.
“Kemudian akan kita turunkan lagi menjadi perkiraan cuaca Nowcasting setengah jam sampai 6 jam kedepan, untuk memberikan warning peringatan dini kepada masyarakat,” imbuhnya.
Disinggung mengenai, faktor terjadinya kondisi cuaca ekstrim tersebut, Khilmi menjelaskan, terdapat monsun asia, yang mana masa udara basah yang bergerak dari Asia ke wilayah Kaltara ini membawa banyak uap air. Jadi inilah yang meningkatkan eskalasi pertumbuhan awan-awan hujan di Indonesia.
“Ditambahkan juga dengan adanya belokan. Seandainya tidak ada belokan dia lolos ke Indonesia bagian selatan, tapi karena adanya belokan dia akan melambat dan akan jadi tumbuh,” tukas Khilmi. (RZ/SB
Discussion about this post