SB, TARAKAN – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polkam) mengaku mengalami kesulitan besar dalam memerangi perjudian online (judol) yang terus menjamur di ruang digital. Meskipun ribuan konten ditutup setiap hari, keberadaan situs dan akun promosi judol seolah tak ada habisnya.
Hal ini diungkapkan Deputi V Bidang Koordinasi Komunikasi dan Informasi, Marsekal Muda TNI Eko D. Indarto, S.IP., M.Tr. (Han) dalam kegiatan literasi keamanan siber di Hotel Tarakan Plaza, Kamis (31/7/2025). Acara tersebut fokus memberikan pemahaman tentang perlindungan data pribadi serta bahaya judi online yang kini bisa diakses kapan saja dan di mana saja.
“Dunia digital sudah berkembang besar digunakan di seluruh dunia, Pak. Kita berbicaranya dengan istilah bahwa teknologi digital itu ibarat pedang bermata dua, Pak. Ada yang memanfaatkan kalau kita tahu cara menggunakan dan regulasinya menata hal itu,” jelas Eko.
Eko menilai minimnya literasi digital di kalangan masyarakat menjadi celah empuk bagi pelaku bisnis judol. Banyak masyarakat tergoda karena ingin mendapat uang secara instan, tanpa menyadari bahwa sistem yang dijalankan sudah dikendalikan sepenuhnya oleh mesin algoritma yang dirancang agar pemain selalu kalah.
“Padahal kita sudah sampaikan, judi dimanapun juga para pemain tidak akan pernah menang. Apalagi sekarang yang judi online itu menggunakan algoritma mesin. Mereka jauh lebih pintar, sudah mengatur bagaimana bisa menata manajemen mereka agar jangan sampai kalah. Manusia pasti kalah. Inilah yang sangat mengganggu,” tegasnya.
Menurut Eko, dampaknya lebih dari sekadar kerugian uang. Pemain justru mengalami gangguan psikologis karena selalu ingin mengembalikan kekalahan.
“Mengganggu mindset mereka. Bahwa dia penasaran, ingin terus dan terus,” imbuhnya.
Ia juga menambahkan, saat ini Kemenko Polkam telah membentuk Desk Pemberantasan Judi Online dan bekerja sama dengan PPATK, Mabes Polri, dan OJK untuk memantau serta memblokir aktivitas judol. Namun, diakuinya, kerja tersebut seperti menggali pasir di pantai: tak pernah tuntas.
“Kami belum spesifikasi, tapi secara umum kami dapat laporan. Dari tiap minggu kami laporan. Kemenko Polkam membentuk desk pemberantasan judol. Kita juga yang menangani hal itu. Laporan itu diberikan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kemudian dari Mabes Polri, dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dimasukkan ke Komdigi untuk di-takedown,” jelas Eko.
Namun, meskipun ada laporan rutin, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ribuan konten masih bermunculan setiap hari.
“Dimasukkan ke Komdigi untuk di-takedown. Yang saya dapat laporannya, sehari itu bisa 5.000-6.000 konten ditutup. Itu masih belum semuanya bisa. Mereka banyak cara masuk. Silakan dilihat ini, makanya perhatian bagi kita semua,” katanya.
Salah satu kendala besar adalah teknik penyembunyian link yang digunakan para pelaku judol, misalnya tidak menaruh tautan langsung di halaman utama, tetapi di bagian komentar media sosial, membuatnya sulit dilacak.
“Teman-teman kita ini kadang kebingungan. Kenapa? Orang-orang yang berbisnis judol ini bicara tentang judol. Mereka memasukkan linknya tidak di halaman utamanya,” ungkapnya.
“Di komentar sekarang. Di komentar-komentar. Ada 1.500 komentar, punya follower. Dia masuk di situ. Gimana kita memeriksanya satu-satu? Orang yang punya kepentingan, janjinya di komentarnya di situ. Untuk masuk di situ. Itulah yang berbeda. Ini tanggung jawab kita ke depannya,” tambah Eko.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemberantasan judol bukan hanya tugas pemerintah. Ia mengajak masyarakat untuk turut aktif menjaga keamanan digital, terutama dalam melindungi data pribadi.
“Makanya berat sekali. Kita harus benar-benar melindungi data pribadi, berangkat dari pribadi masing-masing. Tapi itu tadi, teknologinya berkembang cepat. Kita harus dorong, harus bersama-sama. Kalau sendiri saya yakin berat,” ujar Eko.
Ia pun menyayangkan bahwa bagi para pelaku, judi online hanyalah bisnis yang akan terus dipertahankan dengan berbagai cara.
“Memang kita sedih ya. Judol bagi mereka adalah bisnis. Karena kalau bisnis mereka diganggu, pasti akan cari cara lain untuk masuk dan mempertahankan bisnisnya,” tutupnya. (sdq)
Discussion about this post