SB, TARAKAN – Komisi IV DPRD Kalimantan Utara (Kaltara) hadiri pertemuan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltara pada Kamis (4/7/2025). Dalam pertemuan tersebut, sejumlah isu strategis dibahas, mulai dari syarat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), klarifikasi terhadap temuan dana BOS di sembilan sekolah, hingga kasus Migas Kaltara Jaya (MKJ) yang sempat mandek.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltara, Syamsuddin Arfah, mengatakan bahwa agenda utama pertemuan tersebut adalah melakukan koordinasi lanjutan terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK.
“Hari ini pertemuan dengan BPK, keterkaitan kepada LHP BPK. Kita ada beberapa hal yang kita lagi koordinasikan ke BPK RTI Kaltara,” ujarnya.
Ia menyebut salah satu pembahasan penting adalah soal kriteria memperoleh opini WTP dari BPK. “Yang pertama adalah pertanyaan kita tentang WTP, kriteria untuk bisa mendapatkan WTP itu,” singkat Syamsuddin.
Tak hanya itu, Komisi IV juga menyoroti sejumlah temuan BPK yang masih menjadi perhatian, termasuk penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada sembilan sekolah serta dana remunisasi sektor perhutanan.
“Kemudian yang kedua, temuan juga terhadap BOS ada sembilan sekolah, itu juga kita pertanyakan. Yang berikutnya juga adalah dana remunisasi perhutanan, juga kita pertanyakan,” katanya.
Salah satu isu yang mendapat pembahasan panjang adalah temuan terhadap Migas Kaltara Jaya (MKJ), perusahaan daerah yang selama ini dinilai kurang transparan dalam pengelolaan keuangan.
“Dan tadi juga panjang lebar, keterkaitan kepada MKJ, yaitu Migas Kaltara Jaya. Ini temuannya sudah beberapa tahun, dan ini tadi detail untuk kita tanyakan,” tambahnya.
Terakhir, BPK juga memberikan klarifikasi terkait pemberian insentif kepada guru, yang disebut sebagai mandatory spending, yaitu belanja yang wajib dialokasikan oleh pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Dan yang terakhir, untuk klarifikasi dari BPK keterkaitan kepada guru-guru insentif ini, bahwa ini mandatory spending. Tapi intinya selama dana dari provinsi itu mencukupi, maka itu bisa untuk tetap diberikan insentif kepada mereka,” tutup Syamsuddin. (Sdq)
Discussion about this post