SB, TARAKAN – Bulan suci Ramadan (puasa) di Kota Tarakan, menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan rasa toleransi dan suasana penuh keakraban warga.
Seperti yang terjadi ditengah hiruk-pikuk pasar ramadan di sejumlah sudut Kota Tarakan. Bukan sekedar berburu takjil untuk berbuka puasa, namun senyum ramah antar warga menjadi pertanda jika bulan Ramadan adalah milik bersama.
Kebersamaan ini pun tidak hanya dirasakan oleh umat muslim, tetapi juga menjadi momen yang dinanti-nanti oleh masyarakat non-muslim, khususnya dalam tradisi berburu takjil.
Terpantau di lokasi pasar ramadan di sepanjang Jalan P. Antasari, mulai dari simpang empat hingga kantor Kelurahan Pamusian, Tarakan Tengah, menjadi pusat kuliner takjil.
Pedagang menjajakan berbagai macam takjil seperti es buah segar, gorengan, kolak, kue basah, hingga jalangkote. Yang membuat suasana ini istimewa adalah kehadiran warga dari berbagai latar belakang etnis dan agama yang saling menyapa.Kebersamaan ini menjadi cerminan nyata dari toleransi yang telah mengakar di Tarakan.
Acong (35), seorang warga keturunan Tionghoa, mengaku bahwa kemeriahan pasar ramadan bukanlah hal baru baginya.
“Dari saya SD, Markoni (Pamusian) selalu ramai saat bulan puasa. Di momen berburu takjil, saya bisa ketemu teman-teman dari SD hingga SMA,” katanya.
Baginya, ramadan bukan hanya milik umat muslim, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat non-muslim seperti dirinya. Bahkan menurutnya tradisi berburu takjil, tidak hanya meningkatkan perekonomian pedagang lokal, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi dan mempererat hubungan antar warga.
Hal senada juga disampaikan Lasrida (33), seorang warga non-muslim, dimana ia mengaku senang turut memeriahkan pasar ramadan dengan membeli takjil.
“Awalnya saya merasa canggung karena saya non-Muslim, tapi ternyata banyak juga yang seperti saya ikut memeriahkan suasana,” ujarnya.
“Biasanya saya datang agak sore, sekitar jam 5 sore. Jajanan favorit saya dari tahun ke tahun masih jalangkote,” tutupnya.
Discussion about this post