SB, BULUNGAN – Masyarakat Punan Batu di Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, masih menanti kepastian penetapan hutan adat.
Padahal area yang merupakan tempat tinggal dan menjadi sumber penghidupan komunitas Punan Batu ini telah diajukan sebagai hutan adat sejak tahun 2024.
Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kaltara Linda Novita Ding menjelaskan, dokumen usulan penetapan hutan adat MHA Punan Batu telah diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Saat ini, prosesnya pun masih dalam tahap validasi dokumen dan verifikasi lapangan oleh Kementerian Kehutanan.
“Kendalanya, belum ada kepastian dari Kementerian Kehutanan terkait penjadwalan verifikasi lapangan terhadap semua usulan penetapan hutan adat di Kaltara, termasuk usulan dari Kabupaten Bulungan,” ungkap Linda.
Awal tahun 2025, Dishut Kaltara bersama mitra lingkungan Kementerian Kehutanan telah melakukan pertemuan dengan Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA).
Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong Kementerian Kehutanan memprioritaskan verifikasi teknis (vertek) usulan Hutan Adat (HA) Kaltara tahun 2025.
“Perlu dicatat, Kaltara sendiri mengusulkan penetapan hutan adat seluas 1.237.198 Ha dengan jumlah 25 MHA,” kata Linda.
Selain itu Linda menerangkan, beberapa indikator penetapan Hutan Adat MHA Punan Batu, diantaranya berada dalam wilayah adat, areal masih berhutan dengan batas kelola yang jelas, dikelola sesuai kearifan lokal MHA Punan Batu, berada dalam kawasan hutan negara atau Area Penggunaan Lain (APL), terdapat kegiatan pemungutan hasil hutan MHA di wilayah hutan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
“Syarat yang dapat membatalkan verifikasi lapangan tertuang dalam PERMENLHK No 09 Tahun 2021,” ucapnya.
Meskipun kawasan MHA Punan Batu masih dimiliki oleh beberapa perusahaan seperti IKANI, INHUTANI, dan ICHI, Linda menyatakan bahwa perusahaan dan masyarakat adat dapat berkolaborasi dalam pemanfaatannya.
“Jika sudah tidak ada kawasan hutan, yang bisa divertek,” ujarnya.
Linda berharap, Masyarakat Punan Batu dapat menjaga kawasan hutan dengan pola pemanfaatan berdasarkan kearifan lokal secara turun temurun. Tak hanya itu, komunitas Punan Batu Benau harus mempertahankan hutan dari kegiatan merusak ekosistem lingkungan yang sudah terbentuk dari awal.
“Meski proses verifikasi lapangan membutuhkan waktu lama, Masyarakat Punan Batu diminta tidak menyerah dalam menjaga hutan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari hari,” tutupnya. (OC/SB)
Discussion about this post