SB, TARAKAN – Proyek pembangunan kanal Antarmoda di kawasan Bandara Juwata Tarakan belakangan ini menjadi sorotan hukum. Bahkan kabarnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan tengah menyelidiki adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.
Dari pantauan suryaborneo.com, proyek tersebut terlihat tak terurus. Hal ini pun mengundang pertanyaan mengapa proyek tersebut tak berjalan semestinya sehingga harus bermasalah dengan hukum? Bahkan, proyek mangkrak itu sudah resmi diselidiki sejak 6 Agustus tahun lalu lantaran terindikasi adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Tarakan, Mohammad Rahman mengatakan, hingga kini proses hukum atas proyek tersebut masih berlangsung. Namun hingga saat ini diakui Rahman, belum ada penetapan tersangka.
“Penyidikan masih kami dalami. Kami telah memperbarui surat perintah penyidikan (Sprindik) pada 28 Oktober 2024. Sampai saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan,” ujar Rahman saat dikonfirmasi, Jumat (17/5/2025).
Menurutnya, dalam proses penyidikan, pihak kejaksaan telah memeriksa sembilan orang saksi yang terdiri dari pejabat pelaksana proyek dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kalimantan Utara, termasuk pejabat pembuat komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Ketua Kelompok Kerja (Pokja), pengawas lapangan serta Direktur Utama PT Swab Plan Trialindo, selaku kontraktor pelaksana proyek. “Dari pihak-pihak yang telah kami periksa, kami sedang mendalami peran masing-masing dalam pelaksanaan proyek,” imbuhnya.
Kejari Tarakan juga menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung potensi kerugian negara akibat proyek tersebut. Permintaan resmi kepada BPKP dilakukan sejak 27 Juni 2024 dan telah dilakukan ekspos perkara pada 4 Juli 2024. Namun, hasil perhitungan dari BPKP hingga kini belum keluar.
“BPKP masih mendalami bukti-bukti yang kami serahkan untuk menghitung potensi kerugian negara,” kata Rahman.
Tak hanya itu, untuk menilai kualitas fisik bangunan, Kejari Tarakan juga melibatkan tenaga ahli dari Universitas Borneo Tarakan (UBT). Permintaan bantuan dilakukan pada 15 Agustus 2024 untuk melakukan estimasi terhadap kondisi fisik konstruksi proyek. “Pendekatan kami saat ini fokus pada penyimpangan dalam pekerjaan fisik. Kami menunggu hasil kajian dari ahli,” ungkapnya.
Meski nilai anggaran pastinya belum dipastikan secara resmi, pihak kejaksaan memperkirakan proyek ini mencapai total Rp44 miliar, yang tersebar dalam lima tahap pembangunan. Terkait kondisi terkini proyek, Kejari Tarakan masih menelusuri lebih lanjut apakah terjadi keterlambatan pengerjaan atau proyek tersebut benar-benar mangkrak.
“Kalau dibutuhkan saksi tambahan, kami akan lakukan pemanggilan lagi,” tutup Rahman. (rz)
Discussion about this post