SB, TARAKAN – Kasus dugaan tumpang tindih lahan seluas 4,8 hektar yang diklaim milik Santung terus bergulir. Bahkan kini menjadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan.
Sejumlah massa dari Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tanah melakukan pertemuan (RDP) dengan perwakilan DPRD Tarakan, usai mendatangi Kantor ATR/BPN Tarakan, Senin (20/1/2025).
Dari hasil pertemuan ini DPRD Tarakan menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses penerbitan sertifikat tanah.
Wakil Ketua I DPRD Tarakan Herman Hamid membeberkan, berdasarkan detail kronologi, Santung sudah menguasai lahan sejak 1982.
“Tahun 2018 surat peta bidang Santung sudah keluar, uniknya ada lagi peta bidang yang keluar,” ucapnya.
Herman Hamid berjanji akan mengawal permasalahan tersebut hingga tuntas.
Saat ini pihaknya tengah mempersiapkan sejumlah rencana seperti, mengagendakan ke badan musyawarah, meneruskan ke Komisi I DPRD Tarakan, melakukan peninjauan lapangan.
“Usai tinjau lapangan, kami akan panggil camat, lurah, RT, Asisten 1 dan BPN untuk lakukan rapat dengar pendapat,” ungkapnya.
Herman Hamid pun berharap agar permasalahan tersebut selesai secara terang benderang. Dalam RDP ada disebutkan sejumlah pihak yang terlibat.
Menyikapi hal tersebut, Herman akan menyampaikan kepada Asisten I Pemkot Tarakan maupun BPN.
“Kami minta agar masalah ini diselidiki, jangan sampai hak yang sesungguhnya dimiliki oleh yang bukan punya hak,” ujarnya.
DPRD Tarakan berkomitmen menyelesaikan permasalahan tersebut. Kendati demikian, pihaknya bukan pengadilan dalam memutuskan persoalan tersebut.
“Harga mati, DPRD Tarakan komitmen mengawal permasalahan ini,” tegasnya.
Usai RDP salah seorang perwakilan dari Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tanah, Abdullah mengatakan, akan berupaya menemui Pemerintah Kota Tarakan.
“Tak cukup disitu, bahkan kami akan bawa masalah ini hingga ke pemerintah pusat. Tergantung seperti apa penyelesaiannya nanti,” ucapnya.
Disamping itu, Abdullah membeberkan, bahwa salah satu pegawai BPN melihat database dan menemukan tumpang tindih.
“Pegawai BPN mengakui adanya kesalahan administrasi yang disebabkan oleh pihak mereka sendiri,” ucapnya.
Menurut Abdullah, ada kewenangan Undang-Undang yang bisa dipakai BPN Tarakan, saat terjadi maladministrasi seperti perbuatan melanggar hukum, pengurusan surat yang tak sesuai dengan aturan main.
Abdullah menegaskan, pihaknya menolak melakukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kami kan pemilik sah tanah, kok kami yang diminta untuk menuntut,” tegasnya.
Pihaknya pun menduga jika ada kelompok penyerobot lahan sengaja melayangkan gugatan ke PTUN.
“Kami menyadari bahwa arahan tersebut adalah jebakan yang nantinya akan mengalahkan kami. Jujur, kami terbatas segalanya, tentu kami harus gunakan pengacara,” ungkap Abdullah.
“Kami seolah-olah yang merebut lahan orang, padahal kami sebagai pemilik hak,” tutupnya. (OC/SB)
Discussion about this post