SB, TANJUNG SELOR – Di tengah rencana kenaikan tarif air bersih oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Danum Benuanta mulai Juni 2025, beredar informasi perusahaan pelat merah tersebut telah dipanggil oleh Komisi Informasi Kalimantan Utara (KI Kaltara). Saat dikonformasi, Ketua KI Kaltara, Fajar Mentari tak menjawab dengan gamblang. Dia hanya membeberkan padangannya dari sisi lembaga pengawas transparansi publik, terkait kabar tersebut.
Fajar Mentari mengungkapkan, salah satu hal penting yang sedang ingin mereka bahas adalah rencana kenaikan tarif air bersih oleh Perumda Air Minum Danum Benuanta. Menurutnya, kenaikan tarif ini harus dibarengi dengan keterbukaan informasi yang memadai kepada publik. Namun, yang KI Kaltara temukan belakangan ini adalah kenaikan tarif air bersih tidak didukung secara terukur karena tanpa melibatkan lembaga-lembaga pengawas.
“Sebenarnya bukan masalah kenaikan tarifnya, tetapi kami lebih menitikberatkan tingkat kepatuhan Badan Pubik terhadap kewajiban keterbukaan informasinya secara utuh dan menyeluruh serta terukur, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Jadi kenaikan tarif itu harus diselenggerakan sesuai dengan prinsip administratif dan asas bertanggungjawab. Bukan prinsip semaunya dan asas suka-suka,” ungkap Fajar.
Tak hanya itu, kata Fajar, Perumda Air Minum Danum Benuanta Bulungan merupakan salah satu Badan Publik di Kaltara yang tidak pernah memberikan laporan tahunan ke Komisi Informasi Kaltara yang sifatnya wajib, sebagaimana amanat Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008. “PDAM Bulungan sudah merasa pernah membuat Standar Layanan Informasi Publik atau belum? Kalau belum, saran saya, perbaiki dulu, benahi dulu itu, baru bicara naikkan tarif,” tegas Fajar.
Tak hanya itu, Fajar juga menyorot alasan Perumda Air Minum Danum Benuanta menaikkan tarif air bersih, yakni tidak pernah naik selama 10 tahun. Alasan ini dinilai bukan alasan yang prinsip dan fundamental jika tidak disertai transparansi menyeluruh terhadap kondisi internal perusahaan. Dia juga tak ingin Perumda Air Minum Danum Benuanta menganggap kebijakan pusat terkait efisiensi anggaran sebagai alasan, sehingga yang muncul malah terkesan kamuflase atas masalah kesehatan keuangan PDAM yang kemudian akan dibebankan ke masyarakat dengan menaikkan tarif.
“Sehingga, diperlukan transparansi sebagai dasar pendukungnya, agar tidak menimbulkan miskomunikasi, mispersepsi, misinterpretasi, misinformasi dan bahkan disinformasi,” katanya.
Dipaparkan Fajar, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mengatur kewajiban tersebut, termasuk mekanisme pelaporan dan sanksi bagi pelanggaran. UU KIP bertujuan untuk menjamin hak warga negara atas informasi publik, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik. “Pelanggaran terhadap kewajiban pelaporan informasi publik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Undang-undang KIP,” tegas Fajar.
Fajar juga menguraikan detail mengenai sanksi yang mungkin dikenakan oleh badan publik secara sengaja melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan informasi publik sebagaiman diatur dalam UU KIP, dikenakan sanksi yang beragam, mulai dari teguran hingga sanksi pidana. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa teguran tertulis, denda, pembinaan, hingga sanksi pidana jika sifatnya pelanggaran berat dan disengaja.
“Sanksi administratif berupa teguran tertulis, diiberikan sebagai peringatan awal untuk pelanggaran ringan. Adapun besaran dendanya disesuaikan dengan tingkat pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkan,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, KI Kaltara juga bisa memberikan pembinaan kepada badan publik yang belum sepenuhnya memahami atau menerapkan UU KIP. Tak ketinggalan pula potensi konsekuensi sanksi pidana, yakni hukuman kurungan jika pelanggaran bersifat sengaja dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, seperti menyembunyikan informasi publik yang seharusnya terbuka. Dan ada denda yang lebih besar dibandingkan sanksi administratif jika pelanggaran bersifat pidana.
“Jika sanksi yang lebih berat, potensinya sampai pada pencabutan izin atau pembekuan kegiatan tertentu,” terangnya.
Fajar menganggap, Badan Publik harus memahami kedudukan UU KIP. Permendagri Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman PPID Kemendagri saja itu disusun berdasarkan PerKI SLIP. Logikanya, lanjut Fajar, jika peraturan yang digunakan itu untuk menyusun peraturan perundangan, maka ketentuannya diasumsikan harus lebih tinggi atau setara.
Sebagai sosialisasi edukasinya, sebenarnya Permendagri Nomor 3 Tahun 2017 itu harus direvisi karena dalam hal pengelolaan informasi, Permendagri tersebut masih mengacu kepada PerKI SLIP Nomor 1 Tahun 2010. Sementara sekarang sudah ada PerKI SLIP Nomor 1 Tahun 2021 yang sudah dimutakhirkan, sebagai revisi terhadap Perki Nomor 1 Tahun 2010 yang sudah dicabut tersebut.
“Kita ini negara hukum, dimana segala bentuk pelayanan publik itu sudah diatur. Jadi tidak boleh semrawut, acak kadut, carut-marut, blepotan. Semua ada aturan mainnya, semua ada etikanya bagaimana menjalankan roda kelembagaan dengan baik untuk memanifestasikan good governance dan good government. Ada kerangka acuan, ada aturan yang menjadi rujukannya, ada landasan hukumnya, sudah ada pedomannya. Dengan kata lain syarat etika mekanisme harus terpenuhi,” ucap Fajar. (red)
Discussion about this post