SB, TARAKAN – Tak hanya absen dalam sidang perdana praperadilan Muhammad Sabiri yang digelar di Pengadilan Negeri Tarakan, Kamis (22/5/2025), Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dalam hal ini Stasiun PSDKP Kota Tarakan tampaknya masih kukuh tak mau melepaskan Muhammad Sabiri. Padahal, diungkap oleh Kuasa Hukum penggugat, Sinar Mappanganro, apa yang dilakukan oleh petugas Stasiun PSDKP Kota Tarakan sudah menyalahi aturan.
Bahkan, Sinar menyempatkan diri mendatangi Stasiun PSDKP Kota Tarakan tadi sore untuk meminta kejelasan hukum terkait kliennya. Namun sayang, sampai di sana, pengacara muda tersebut tak mendapatkan kesempatan untuk membawa pulang Muhammad Sabiri.
“Sampai hari ini, sudah sampai 32 hari ini, klien saya, dia ditetapkan sebagai tersangka, kemudian dia ditempatkan di PSDKP di sini, statusnya tidak jelas. Karena tidak ada surat perintah penahanan, apakah ini tahanan kota, tahanan rumah atau tahanan apa gitu?” ungkapnya.
Karena itulah, Sinar menegaskan, akan tetap melakukan langkah-langkah hukum untuk menyelamatkan kliennya dari tindakan di luar batas petugas Stasiun PSDKP Kota Tarakan. Seharusnya, kata dia, Stasiun PSDKP menyertakan surat perintah penahanan atau penetapan hakim dalam melakukan tindakan penahanan seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Saya menganggap, ini adalah bentuk penyekapan! Mungkin seperti itu yang dilakukan oleh PSDKP. Langkah selanjutnya kita akan tetap melakukan langkah-langkah hukum,” tegasnya.
Tak hanya itu, Stasiun PSDKP Kota Tarakan juga ternyata tak memberikan tembusan surat penahanan atau penetapan hakim kepada pihak keluarga atau kuasa hukum yang bersangkutan. Padahal, upaya seperti sudah tertuang jelas dalam pasal 21 ayat 3 KUHAP. Mirisnya, penahanan Muhammad Sabiri sudah melebihi batas waktu yang semestinya dan tidak ada informasi penambahan waktu penahanan.
“Sebab, berdasarkan pasal 22 ayat 1 KUHAP membagi penahanan dalam 3 jenis, yaitu penahanan rumah tahanan negara (rutan), penahanan rumah dan penahanan kota,” jelasnya.
Terkait penahanan tanpa surat perintah penahanan, tekan pengacara dari Kantor Hukum Syamsuddin Associates ini, Stasiun PSDKP Kota Tarakan diduga melanggar hukum yang tertuang dalam pasal 18 ayat 1 Undang-undang (UU) nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terkait asas praduga tak bersalah.
“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya,” ungkap Sinar dalam rilis pernyataan sikapnya.
Seperti diketahui, sehari sebelumnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dalam hal ini Stasiun PSDKP Tarakan tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan yang layangkan Muhammad Sabiri. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tarakan, Kamis (22/5/2025), Sabiri menggugat keabsahan penangkapan, penetapan tersangka, penahanan hingga penyitaan yang dilakukan oleh aparat PSDKP Tarakan.
Sidang yang sedianya digelar pada pukul 10.00 WITA di Ruang Sidang Kusuma Atmadja, Pengadilan Negeri Tarakan, terpaksa ditunda oleh hakim hingga dua pekan ke depan. Sidang lanjutan perkara yang tercatat dalam nomor register 2/Pra Pid/2025/PN itu dijadwalkan berlangsung pada Rabu (4/6/2025).
“Tujuan praperadilan itu kan terkait penangkapan yang tidak sah, terus penetapan tersangka yang tidak sah, penahanan yang tidak sah. Jadi kami menganggap semua proses yang dijalankan terhadap klien kami adalah cacat hukum,” ungkap Sinar Mappanganro, kuasa hukum Muhammad Sabiri dari Kantor Hukum Syamsuddin Associates kepada awak media usai persidangan.
Dalam permohonan praperadilan, tim kuasa hukum menyebut, kliennya dituduh melakukan illegal fishing dan dianggap sebagai warga negara asing. Namun mereka membantah keras tuduhan tersebut dengan menunjukkan bukti identitas resmi.
“Faktanya seperti apa? Klien kami ini adalah Warga Negara Indonesia. Bukan warga negara asing seperti yang dituduhkan. Kami lihat sendiri saat penangkapan, klien kami menunjukkan KTP-nya,” tegas Sinar.
Ia juga mempertanyakan dasar hukum penahanan terhadap kliennya. Menurutnya, jika tidak ada surat perintah penahanan yang sah, maka kondisi yang dialami Muhammad Sabiri adalah bentuk penyekapan.
“Kalau tidak ada surat perintah penahanan, maka kami anggap itu bukan penahanan, tapi penyekapan. Kami juga mempertimbangkan untuk melakukan jemput paksa terhadap klien kami jika tidak ada kejelasan hukum,” tambahnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada konfirmasi resmi dari pihak termohon terkait alasan ketidakhadiran dalam persidangan. Pihak kuasa hukum berharap hakim praperadilan dapat mengabulkan seluruh permohonan mereka dan menyatakan tindakan aparat PSDKP tidak sah menurut hukum.
Saat dikonfirmasi, petugas Stasiun PSDKP Kota Tarakan enggan bersuara. Mereka hanya sempat memyampaikan bahwa akan menghadapi kasus ini di pengadilan. (rz)
Discussion about this post