SB, TARAKAN – Sengketa hukum terkait dugaan kasus penangkapan ikan ilegal yang melibatkan nelayan bernama Muhammad Sabiri dengan Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Tarakan kembali bergulir di Pengadilan Negeri Tarakan, Kamis (5/6/2025). Dalam sidang lanjutan tersebut, pihak Stasiun PSDKP Tarakan melalui Biro Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan klarifikasi terkait status kewarganegaraan Muhammad Sabiri.
Pihak KKP menegaskan, terdakwa bukan Warga Negara Indonesia (WNI) sebagaimana yang tercantum dalam gugatan, melainkan Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia yang tertangkap saat melakukan aktivitas perikanan ilegal di wilayah perairan Indonesia. “Komitmen pemerintah jelas, yaitu memerangi, mencegah, dan memberantas IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing, terutama oleh kapal dan nelayan asing,” ujar Ari Prasetyo, perwakilan Biro Hukum KKP, kepada wartawan usai persidangan.
Dalam berkas gugatan, Muhammad Sabiri memang mengaku sebagai WNI. Namun, PSDKP mengungkap, dari hasil pemeriksaan mereka justru menunjukkan identitas terdakwa sebagai warga negara Malaysia, yang ditangkap saat beroperasi menggunakan kapal KM TW 7329 asal Tawau, Malaysia.
“Kami periksa Sabiri, WNA Malaysia. Hal ini dibuktikan dengan identitas pribadi dan izin kapal dari Malaysia. Kapalnya pun tidak terdaftar di Indonesia dan tidak memiliki izin berlayar dari otoritas perikanan kita,” jelas Ari.
Terkait proses hukum, PSDKP menyatakan seluruh prosedur telah sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Perikanan. Penetapan tersangka juga dilakukan berdasarkan tiga alat bukti yang sah, yakni keterangan saksi, ahli, dan bukti surat.
“Kami sudah memiliki bukti yang cukup. Proses penyidikan berjalan sesuai hukum, dan surat izin penyitaan pun sudah kami peroleh dari Ketua Pengadilan Negeri Tarakan,” tambahnya.
Menyoal pendampingan hukum, PSDKP mengungkapkan bahwa pihaknya sempat menawarkan bantuan melalui kerja sama dengan Universitas Borneo Tarakan. Namun, Sabiri menolak dan baru menunjuk pengacara pribadi pada 1 Mei 2025. Dalam gugatan bersama pengacaranya, Sabiri juga mengaku adanya penahanan ilegal. Namun tuduhan ini dibantah keras oleh pihak PSDKP.
“Kami tidak pernah mengeluarkan surat perintah penahanan. Sabiri ditempatkan di tempat sementara yang bukan ruang tahanan. Dia bebas keluar masuk, termasuk untuk beribadah,” ujar Ari.
Ia menambahkan, penempatan itu dilakukan sambil berkoordinasi dengan pihak Imigrasi Tarakan, mengingat status Sabiri sebagai WNA. Sidang akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan dengan agenda replik dari pemohon atas jawaban termohon. (rz)
Discussion about this post