SB, TARAKAN – Anak korban asusila kemungkinan besar akan mengalami gangguan stres pasca trauma. Bahkan akan mengalami trauma jangka panjang, apabila diperparah dengan stigma negatif masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Fadilah Hanapi, M.Psi., Owner Dapita Insightful Psikologi. Menurutnya korban asusila (anak) pada umumnya akan mengalami trauma jangka panjang serta proses pemulihanya membutuhkan waktu lama.
“Apalagi mereka yang mengalami pencabulan sejak dini, pasti mengalami trauma,” ucap Fadilah.
Post Traumatic Stres Disorder (PTSD) atau dikenal gangguan stress pascatrauma dikatakan Fadilah, dapat menyebabkan korban lebih murung, takut berhadapan dengan orang lain bahkan yang lebih parahnya, dapat mengisolasi diri dari lingkungan.
“Perhatikan jika ada teman kita yang tiba-tiba berubah dari ceria ke pendiam maka kita perlu cari tau, bisa jadi ada sesuatu yang terjadi,” ungkapnya.
Disinggung apakah korban asusila orientasi seksnya akan berubah dan melakukan hal serupa kepada orang lain atau sejenis? Fadilah menerangkan, korban pun nantinya berpeluang sebagai pelaku.
“Kerap menemui kasus serupa, dimana korban akan menjadi seperti pelaku. Jika korban merasa nyaman dan menikmati atas perilaku yang menyimpang dan tidak merasa diri sebagai korban atau tidak disadarkan, mengalami kebingungan dan merasa bahwa itu hal wajar, maka nantinya ia akan mengulangi tindakan yang menyimpang yang pernah dialaminya,” terangnya.
“Jika korban berada di lingkungan yang salah, ia akan kehilangan arah dan berpeluang berubah menjadi pelaku,” imbuhnya.
Lebih lanjut lagi, Fadilah mengungkapkan, korban pelecehan seksual kerap di cap sebagai aib oleh orang terdekat (keluarga). Stigma negatif tersebut malah memperlambat proses pemulihan si korban.
“Seharusnya orang terdekat seperti keluarga dapat menerima korban apa adanya. ini bisa memulihkan rasa trauma yang dialami korban. Lantaran korban pun tidak pernah memilih menjadi korban,” ungkap Fadilah.
“Cinta tulus dari orang terdekat dapat memulihkan korban dan menyelamatkan korban,” sambungnya.
Disisi lain Fadilah mengatakan, apabila korban tidak memiliki keluarga atau orang terdekat, korban mendapatkan pendampingan dari psikolog.
Korban dapat menghubungi psikolog, bahkan dengan melakukan tatap muka langsung,” tukas Fadilah. (OC/SB)
Discussion about this post