SB, BULUNGAN – Kasus pelecehan seksual yang terkadi di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, mendapat respon dari berbagai kalangan.
Seiring berjalannya proses hukum terhadap diduga pelaku, terdapat indikasi adanya pelanggaran serius terhadap Undang-undang Perlindungan Anak.
Pihak sekolah diduga memfasilitasi upaya mediasi antara pelaku, yang merupakan tenaga pendidik dengan korban yang masih di bawah umur.
Tindakan ini pun menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Sahabat Saksi dan Korban (SSK) mitra LPSK RI.
Sahabat Saksi dan Korban (SSK) mitra LPSK RI, Alghi Fari Smith menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang sebelumnya beberapa kali mengalami perubahan menegaskan, pelaku pemerkosaan atau pencabulan dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, atau tenaga pendidik maka pidananya ditambah sepertiga.
Selain itu, UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memperketat dan menutup celah untuk diadakannya mediasi bila korbannya adalah anak dan pelakunya dewasa.
“Sangat disesalkan jika ada pihak yang memfasilitasi upaya mediasi atau upaya damai antara pelaku dewasa baik dari pendidik atau tenaga kependidikan dengan anak sebagai korban kekerasan seksual di satuan pendidikan,” jelas Alghi.
Lantas, Alghi Fari Smith menerangkan, padahal sangat jelas para pelaku dewasa seharusnya berlanjut proses hukumnya dan diberikan tambahan hukuman
“Saya mengusulkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan/SATGAS PPKSP di tingkat kabupaten kota untuk mengaudit dan mengevaluasi SOP penangan kekerasan di satuan pendidikan,” terangnya.
Sebagai SSK Mitra LPSK RI, ia mempertanyakan apakah sudah sesuai dengan SOP yang diatur dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau tidak.
Ia berharap agar Aparat Penegak Hukum (APH) dapat memeriksa apakah berpotensi ditemukannya unsur pidana pada pihak yang memfasilitasi mediasi tersebut di atas.
Terpisah, Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bulungan, IPTU Gia Iftita Saviera membenarkan, kasus pelecehan seksual pada anak tidak diperkenankan melakukan mediasi.
Mediasi yang difasilītasi kepala sekolah dilakukan jauh sebelum adanya ketiga laporan yang sudah diproses. Pihaknya sendiri tidak mengetahui adanya mediasi yang dilakukan pihak sekolah.
“Mediasi itu sudah lama terjadi, kami tidak tau adanya kegiatan itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Alghi Fari Smith menjelaskan, Polres Bulungan dan UPTD PPA tidak dilibatkan dalam mediasi tersebut.
“Mediasi hanya pihak sekolah, orang tua korban dan pelaku,” tukasnya.
Discussion about this post