SB, TARAKAN – Ribut-ribut soal kepemilikan lahan antara sejumlah warga di Kelurahan Pantai Amal dengan pemilik sertifikat prada masih terus berlanjut. Karena persoalan ini tak kunjung menemukan kata sepakat, Kuasa Hukum pemilik lahan bersertifikar prada, Jerry Jeson Mathias pun angkat bicara.
Pengacara muda ini mengungkapkan, pemilik sertifikat prada umumnya adalah ahli waris langsung, bahkan ada yang membeli dari pemilik awalnya. Namun dalam perjalanannya, kepemilikan tanah di timur Kota Tarakan itu justru disebut-sebut sudah ditempati dan dimiliki orang lain.
“Saya mewakili klien saya, ada beberapa memang ahli waris langsung atau mereka yang beli dari pemilik awalnya, Kita bertetap (bersikukuh) pada lahan itu adalah milik mereka (pemilik sertifikat prada),” tegasnya saat ditemui suryaborneo.com pada Senin 2 Juni 2025 lalu.
Jerry mengaku telah bertemu dengan warga sekitar untuk mencari titik temu. Namun, lagi-lagi yang diharapkan tidak sesuai keinginan. Menurutnya, warga yang ‘menduduki’ lahan bersertifikat prada sudah lama tinggal di lahan tersebut. Bahkan, ada juga yang bersertifikat.
Jerry pun memaparkan, sertifikat prada yang dipunya kliennya bukan sertifikat abal-abal. Sertifikat itu adalah sertifikat dari Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) yang juga dibekali bukti dalam bentuk Surat Keputusan (SK) kala itu. Pemberian sertifikat tanah ini diberikan kepada orang yang dianggap berjasa pada bangsa ini, termasuk upaya berdirinya Kota Tarakan.
“Isinya itu, seperti PNS, Anggota Dewan (DPRD), ada guru juga di sana. Ada kejaksaan, di sana ada 31 oranglah (pemilik sertifikat prada) dalam SK-nya Gubernur Kaltim (kepada) yang mendapatkan lahan itu,” ungkap Jerry.
Karena isi SK yang umumnya adalah pejabat, makanya warga setempat makin terbiasa menyebut pemilik sertifikat prada sebagai orang yang bergabung organisasi atau kumpulan yang tergabung di organisasi bernama Jaka Prada.
“Itu tadi saya bilang di awal itu, semacam organisasi atau kumpulan orang orang, yang oleh pemerintah, Gubernur Kalimantan Timur memberikan apresiasi mungkin atas jasa-jasa, saya juga kurang jelasnya ini atas jasanya apa. Yang jelas di dalamnya itu ada guru, ada Pegawai Negeri Sipil, juga jaksa,” tambahnya.
Jerry menjelaskan, saat lahirnya Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kelurahan Pantai Amal dan Kelurahan Mamburungan Timur, lahir pula polemik lahan ini. Pasalnya, di dalam Perda itu terdapat lokasi yang berbeda di sertifikat prada. Di dalam sertifikat yang terbit tahun 1982, kata Jerry, wilayah sengketa masih masuk wilayah Kampung Empat. Namun, setelah dimekarkan melalui Perda Nomor 7 tahun 2012, lahan itu akhirnya masuk di Kelurahan Kampung Enam dan Kelurahan Pantai Amal.
“Letaknya, ya itu saja sih. Perubahannya karena ada dasarnya Perda,” bebernya.
Soal rencana Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tarakan yang akan mengukur dan memasok kembali tanah yang bersengketa pasca sidak BPN Kota Tarakan bersama DPRD Kota Tarakan, Jerry menyerahkannya pada pihak terkait. “Tanyakan langsung dengan pihak BPN. Yang jelas, berdasarkan sertifikat, kita tidak ada aktivitas di dalam, baik itu pengukuran ulang kah (atau lainnya),” jelasnya.
Namun, Jerry berharap, BPN Kota Tarakan tidak teledor dalam melakukan tindakan. Mengingat, ada beberapa lahan yang sertifikatnya terbit di atas lahan bersertifikat prada. “Ini kan kita ada istilahnya (jangan sampai) kebobolanlah. Kita dengar ada sertifikat di situ dimunculkan di atas lahan kami, tapi kami sementara giring (mediasi) dengan Pemerintah Kota Tarakan,” ucapnya.
Saat ditanya, apakah ada lahan bersertifikat prada yang juga terbit sertifikat atas nama warga? Jerry membenarkannya. Namun dia mengaku tak tahu berapa jumlah sertifikat yang terbit dari 31 sertifikat tanah yang diklaim warga.
“Tapi semenjak kita masuk sebagai kuasa hukum, kita sudah blokir, tidak ada lagi aktivitas buat pengukuran. Apakah bentuknya PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap), peta bidang, itu kita sudah blokir, supaya tidak diterbitkan,” tegasnya.
Saat ini, kata Jerry, pihaknya sedang berusaha mencari jalan tengah atas kasus ini. Hanya saja, pihaknya belum menemukan titik temu dengan pihak terkait. Bahkan, kata Jerry, lahan tersebut sudah akan dibebaskan saat dr Jusuf SK menjabat sebagai Wali Kota Tarakan pertama.
“Selain mereka (warga) mengambil semua itu, nanti Pemkot yang akan menguasainya, entah mereka sharing-nya bagaimana dengan warga sekitar, kita juga tidak tahu. Yang jelas, itu (kepemilikan) kita ada bukti surat, bahwasannya ini sudah diurus dahulu cuma tidak dilanjutkan di pemerintahan sekarang,” urai Jerry.
Lantas, kenapa Jerry dan pemilik sertifikat prada tak membawa persoalan tanah ini ke meja hijau? Harusnya, kata Jerry, masyarakat yang merasa dirugikanlah yang menggugat, bukan mereka. Sejauh ini, kata dia, pemilik sertifikat prada adalah pemegang hak individu tertinggi atas tanah tersebut. Dan Jerry juga mengaku sudah sangat siap bila kasus ini harus diselesaikan di meja hijau. Namun, dia dkk masih mengupayakan jalan mediasi bersama Pemkot Tarakan, yang melibatkan BPN, warga dan pihak terkait lainnya.
“Lucu namanya kalau kami harus menggugat orang yang tidak ada sertifikat. Seharusnya mereka yang menggugat kami karena mereka, katanya, alasan mereka suratnya bentuknya apa, silahkan buat kami. Nanti pengadilan yang akan (menilai) mana yang lebih berhak,” imbuhnya.
Terkait rencana DPRD Kota Tarakan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga, Jerry justru menantikannya. “Kami dengan senang hati (hadir). Kalau memang diundang untuk hadir dalam RDP, kita akan buktikan nantinya,” tutup Jerry. (sdq)
Discussion about this post