SB, TARAKAN – Reses terakhir masa sidang III tahun 2025, H. Muddain ST ditutup dengan bertemu warga di Kelurahan Mamburungan, Sabtu (24/5/2025). Pria yang juga Wakil Ketua DPRD Kalimantan Utara (Kaltara) itu menyerap aspirasi masyarakat terkait alat kelola kelompok masyarakat nelayan ikan kering, produksi jamu dan kelompok masyarakat di bidang bengkel.
Muddain mengatakan, aspirasi yang disampaikan masyarakat sudah dititip dalam bentuk usulan kepada Pemprov Kaltara. Bahkan, kata dia, usulan itu sudah diakomodir untuk direalisasikan di wilayah Mamburungan. “Tinggal proses administrasinya saja yang kita tunggu di pemerintah,” katanya.
Selain itu, masyarakat tak ketinggalan membahas persoalan tabung gas Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau Elpiji 3 kilogram yang selalu langka. Menjawab hal ini, Muddain pun menekankan pihaknya akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan dan DPRD Kota Tarakan untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Nanti kita tarik lebih luas ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara,” imbuhnya.
Meski demikian, Muddain tetap mengingatkan masyarakat bahwa Elpiji 3 kilogram merupakan produk subsidi yang harapannya dapat diterima dengan baik di masyarakat. Namun dalam perjalanannya, tak bisa dipungkiri banyak Elpiji 3 kg justru dinikmati oleh pihak-pihak dari kalangan menengah dan menengah ke atas.
“Kita mendapat informasi harganya itu cuma Rp16.500, seharusnya kan harga HET (Harge Eceran Tertinggi) ini diterima oleh masyarakat yang kita subsidi, membantu masyarakat miskin. Justru (yang terjadi) yang membeli (dengan harga tinggi) itu masyarakat yang hampir miskin, sampai di atas HET, di angka Rp75.000 per tabungnya,” sesalnya.
Yang paling fatal, lanjut Sekretaris DPD Partai Demokrat Kaltara itu, baru-baru ini ada temuan baru berupa keluhan masyarakat di Kelurahan Mamburungan soal adanya intervensi pihak tertentu untuk memperjualbelikan tabung non subsidi. Kelompok ini, beber Muddain, sedikit ‘memaksa’ masyarakat untuk membeli tabung gas yang akrab disebut tabung gas pink tersebut.
“Beda dengan tabung gas elpiji, ada kebijakan pemerintah, ada aturan yang mengatur di dalamnya yang sasarannya ke kelompok masyarakat kecil, yang kedua kelompok UMKM. Dan ini akan kita RDP-kan kembali agar harapan pemerintah sampai di tangan masyarakat yang betul betul membutuhkan,” imbuh Muddain.
Sementara itu, pelaku usaha pangkalan Elpiji 3 Kg, Ahmadsyah memperjelas yang disampaikan Muddain. Ada pihak tertentu yang menekan pihak pangkalan agar tabung gas pink harus segera dihabiskan dengan cara memaksa pembeli. Dampaknya, pemaksaan ini harus berhadapan dengan masyarakat yang tidak mampu membeli tabung gas pink.
“Kan itu kita didrop tabung pink dengan tabung melon (tabung Elpiji 3 kg), ndak cukup penjualan tabung pink, malah tabung melon dikurangi,” terangnya.
Tak hanya itu, Ahmadsyah juga mengeluhkan target penjualan tabung gas non subsidi. Target penjualan ini harus terpenuhi. Bila tidak, maka tabung Elpiji 3 kg harus dikurangi. Dia merinci, tahun lalu dia kebagian jatah 540 tabung Elpiji 3 Kg, namun saat ini hanya 290 tabung.
“Mungkin bulan 5 ini, kalau ndak laku lagi tabung pink, mungkin di bulan 6 ini, dikurangi lagi (jatah tabung Elpiji 3 Kg),” Imbuhnya.
Tak hanya itu, sistem aplikasi yang dipakai untuk laporan penjualan juga terkadang error yang dapat merugikan pangkalan. Persoalan itu juga berdampak pada pengurangan pasokan tabung subsidi. Ahmadsyah juga mengaku usahanya akan terancam bila tidak mencukupi target yang ditentukan.
“Itu akan dikenakan sanksi sampai yang paling parah itu, Pemutusan Hubungan Usaha (PHU),” tuntasnya. (sdq)
Discussion about this post