SB, TARAKAN – Upaya pelestarian lingkungan sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat pesisir oleh terus digencarkan. Salah satunya dengan menjadikan Pantai Amal sebagai kawasan ekowisata berbasis masyarakat atau biasanya dikenal dengan Community-Based Tourism (CBT). Upaya tersebut dituangkan dalam bentuk deklarasi yang digelar pada Minggu (15/6/2025) dengan tema “Ekowisata Pantai yang Berkelanjutan untuk Menghadapi Tantangan Pencemaran dan Mengembangkan UMKM Lokal”.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Asosiasi Media Sosial Indonesia (Amsindo) Kalimantan Utara, dan dihadiri berbagai elemen masyarakat, dari pelaku UMKM, mahasiswa, komunitas pemuda, hingga pengemudi ojek online. “Kita ingin memajukan wisata, tapi juga harus pandai menjualnya. Media sosial seperti TikTok dan Instagram bisa jadi alat promosi yang efektif untuk memviralkan destinasi,” ungkap anggota Komisi VII DPR RI, Hj. Rahmawati Zainal saat menyampaikan materi di hadapan peserta.
Dia menekankan, promosi wisata harus diiringi dengan kesadaran menjaga kebersihan lingkungan. “Jangan sampai wisata kita dipromosikan, tapi sampah plastik berserakan. Itu akan mengecewakan wisatawan,” imbuhnya. “Wisata yang berkembang harus bisa menggerakkan ekonomi warga sekitar. Kita tidak bisa hanya mengandalkan APBD atau pusat, kolaborasi jadi kunci,” tambah Rahmawati.
Deklarasi ini mengusung pendekatan 3E, yakni Ekologi, Ekonomi, dan Edukasi, sebagai dasar pengembangan ekowisata berkelanjutan. Dengan pendekatan tersebut, kawasan wisata tak hanya menyuguhkan keindahan alam, tetapi juga menjadi ruang edukasi dan aktivitas ekonomi produktif bagi warga.
Saat diwawancarai usai kegiatan, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan (UBT), Mohamad Nur Utomo, mengatakan, Pantai Amal menyimpan potensi luar biasa, baik dari sisi daya tarik alam maupun kuliner khas pesisirnya.
“Kami tengah menyusun kajian akademik untuk memetakan kekuatan ekowisata Pantai Amal, dan akan mempublikasikannya dalam jurnal ilmiah,” ungkapnya.
Isu pencemaran lingkungan juga menjadi perhatian serius dalam kegiatan ini. Fian Ade Maulana, seorang pengusaha daur ulang sampah plastik, mengungkapkan, limbah plastik sebenarnya memiliki nilai jual, jika dikelola dengan baik.
“Botol air mineral dan plastik rumah tangga bisa kami beli dengan harga antara Rp1.000 sampai Rp3.000 per kilogram. Ini bisa jadi tambahan penghasilan bagi masyarakat, sekaligus mengurangi pencemaran,” ujarnya.
Fian menyebut, pihaknya rutin mengumpulkan hingga satu ton sampah plastik dari warga setiap bulan, dan puluhan ton dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA). “Kami siap membeli sampah dari masyarakat. Ini bukan hanya edukasi, tapi juga solusi ekonomi,” katanya.
Setelah sesi diskusi, acara dilanjutkan dengan aksi bersih-bersih pantai dan penyerahan bantuan berupa tempat sampah organik dan non-organik kepada pengelola wisata. Selain itu, juga diberikan bantuan peralatan elektronik kepada pelaku UMKM binaan Amsindo.
Rangkaian kegiatan ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama mendukung pengembangan ekowisata Pantai Amal oleh perwakilan komunitas, pemangku kebijakan, dan pelaku usaha.
Ketua DPW Amsindo Kaltara, Septian Asmadi menyatakan, ekowisata yang digagas tidak hanya menjadi daya tarik wisatawan, tetapi juga wahana pendidikan dan pemberdayaan ekonomi warga pesisir.
“Kami ingin masyarakat tidak hanya menikmati wisata, tapi juga belajar mengelola sampah dan mendapatkan manfaat ekonomi dari sana. Ini bentuk nyata dari wisata yang berkelanjutan,” tegasnya.
Deklarasi ekowisata ini menjadi tonggak penting bagi Tarakan, yang dikenal sebagai kota pesisir. Dengan semakin ramainya kunjungan wisatawan, produk lokal seperti makanan khas, kerajinan, dan jasa transportasi diyakini akan ikut berkembang.
Kini, Pantai Amal bukan hanya tempat bersantai, tapi juga simbol kolaborasi untuk menciptakan lingkungan bersih, ekonomi hidup, dan masyarakat yang teredukasi. Harapannya, semangat ini bisa menjadi model ekowisata bagi daerah lain di Kalimantan Utara dan Indonesia. (rz)
Discussion about this post