Latar Belakang
Kasus dugaan penukaran barang bukti narkotika jenis sabu-sabu seberat 12 kilogram di lingkungan Polda Kalimantan Utara memantik perhatian publik dan menimbulkan keresahan serius terhadap integritas penegakan hukum. Peristiwa yang menyeret sejumlah oknum aparat kepolisian ini, di antaranya Bripka BS dan Bripda AA, menunjukkan adanya indikasi kuat pembusukan sistem pengawasan internal yang berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri secara menyeluruh.
Barang bukti yang sebelumnya dinyatakan sebagai sabu-sabu murni, diduga telah berganti menjadi serbuk lain, seperti tawas dan gula batu. Fakta ini diperkuat oleh testimoni tahanan dan anggota kepolisian yang mengetahui langsung proses pengecekan fisik barang bukti, serta temuan alat press dan 4 kilogram tawas di toilet tahanan anak.
Analisis Yuridis
1. Potensi Tindak Pidana
Berdasarkan Pasal 221 KUHP dan Pasal 233 KUHP, setiap upaya untuk menghilangkan atau mengubah barang bukti dalam suatu perkara pidana dapat dikenakan sanksi pidana berat, terlebih jika dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Dalam konteks ini, dugaan penggantian barang bukti narkoba dengan zat lain dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana menghalangi proses peradilan (obstruction of justice), serta tindak pidana penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP.
2. Prinsip Equality Before The Law
Aparat penegak hukum yang terbukti terlibat dalam kejahatan tidak dapat diberikan keistimewaan hukum. Mereka harus diproses secara transparan dan akuntabel sebagaimana warga negara lainnya, guna menjunjung tinggi prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
3. Aspek Etika dan Disiplin Kepolisian
Jika terbukti benar, kasus ini mencerminkan pelanggaran berat terhadap Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Penukaran barang bukti bukan hanya bentuk pelanggaran pidana, tetapi juga mencoreng martabat institusi.
Sikap dan Tuntutan BEM Nusantara Kaltara1. Mendesak Kapolda Kalimantan Utara untuk secara terbuka mengklarifikasi dan menjelaskan secara resmi status penyidikan kasus ini, termasuk posisi hukum Bripka BS dan Bripda AA.
2. Meminta Divisi Propam Polri dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turun langsung melakukan investigasi independen atas dugaan permainan di ruang penyimpanan barang bukti.
3. Mendorong Kejaksaan Tinggi dan BNN untuk ikut terlibat aktif dalam pengawasan proses hukum agar tidak ada intervensi dari internal kepolisian yang berpotensi melemahkan pembuktian.
4. Menyerukan Mahasiswa dan Rakyat Kalimantan Utara untuk tetap kritis, mengawal jalannya penegakan hukum agar kasus ini tidak disapu di bawah karpet.
Penutup
Kasus ini bukan hanya soal 12 kilogram sabu yang berganti rupa. Ini adalah cermin betapa urgennya reformasi sistem pengawasan internal aparat penegak hukum. Jika hukum bisa dibengkokkan dari dalam, maka hilanglah keadilan yang menjadi harapan rakyat.
BEM Nusantara Kaltara menolak segala bentuk penyimpangan hukum oleh aparat. Kami berdiri bersama kebenaran.
Fauzi
Koordinator Daerah BEM Nusantara Kalimantan Utara
Discussion about this post