SB, TARAKAN – Harga cabai rawit di sejumlah pasar di Kota Tarakan kini berada pada kisaran jual Rp70.000 per kilogram.
Pasokan cabai rawit pun kini mulai stabil, bahkan terjadi persaingan diantara pemasok, yakni cabai rawit yang di kirim dari luar daerah seperti Sulawesi dengan hasil panen petani lokal.
Dari sisi kualitas, menurut pedagang, cabai rawit lokal lebih baik dibandingkan cabai rawit dari luar daerah.
“Sekarang harga cabai rawit mencapai Rp70 ribu per kilo,” ucap Wati Pone, salah seorang pedagang.
Menurutnya, kualitas cabai rawit lokal lebih baik ketimbang dari luar. Selain itu, cabai rawit lokal memiliki ukuran lebih besar.
“Kualitas cabe lokal segar, kalau cabe luar sedikit keriput karena lama di perjalanan,” terangnya.
Wati juga mengatakan, meski sebagian besar konsumen lebih memilih cabai rawit lokal, akan tetapi jika harga mahal tentu konsumen akan memilih cabai rawit dari luar dengan harga lebih murah.
“Kalau ada barang lokal (cabai rawit) pembeli banyak membeli. Tapi kalau lagi kosong ya yang ada disini dibeli konsumen,” jelasnya.
Terkait pasokan cabai rawit lokal dan luar daerah di Tarakan, Kepala Bidang (Kabid) Ketahanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Tarakan, Wiwik Aisyiyah Syafaryanti mengungkapkan, untuk cabai rawit saat ini sudah surplus atau berlebih.
Terkait mekanisme pasar, pihaknya tidak bisa menahan stok dari daerah luar seperti Sulawesi.
“Jika stok cabai rawit datang dari Sulawesi, otomatis petani cabe lokal akan bersaing harga,” ucap Wiwik
Soal persaingan harga, pihaknya tidak bisa menekan petani maupun pedagang. Jika ingin bersaing, petani tentu menyediakan stok hasil panen dalam kapasitas besar.
“Cabai banyak berasal dari Sulawesi, jika kita mampu produksi banyak tentu dapat menekan biaya produksi,” jelas Wiwik.
Sejauh ini pasokan cabai rawit dari Sulawesi masih dalam skala besar, apabila tersebar di pasar maka harga pun akan menurun.
Sedangkan petani lokal dengan lahan terbatas kalah bersaing dalam sisi produksi, dimana akan menyebabkan biaya tinggi.
“Tidak bisa disandingkan dengan petani Sulawesi yang memiliki lahan pertaniannya yang cukup besar dengan tujuan mengirimkan hasil panennya ke daerah luar,” bebernya.
Hal tersebut yang menyebabkan perbedaan harga jika datangnya stok cabai rawit dari luar. Tak hanya itu, masyarakat tentunya lebih memilih harga murah.
Wiwik juga mengatakan, pada saat stok cabai dari luar belum datang, petani cabe lokal menjual hasil panenya ke pasar.
“Jika di pasar ditemukan kualitas cabai yang segar pasti harganya mahal, kebalikannya, kalau cabai yang lembek pasti harganya murah,” terangnya.
Melihat kondisi tersebut, Wiwik menilai petani lokal harus melihat kondisi saat menjual hasil panen. Artinya, jika cabai rawit luar datang, maka hasil panennya bisa dijual ke pasar.
Namun jika hasil panen dikeluarkan berbarengan, maka soal pilihan akan kembali ke masyarakat.
“Mau beli cabai segar dengan harga mahal atau cabai lama dengan harga murah,” pungkasnya. (OC/SB)
Discussion about this post