SB, TARAKAN — Sedih tak bisa dibendung oleh Iskandar. Nasabah salah satu bank pelat merah di Kota Tarakan ini dibuat pusing lantaran uang sebesar Rp575 juta di rekeningnya raib dalam sehari. Bahkan, harapannya untuk mendapatkan kembali uang yang dia kumpul dari hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun tersebut masih jauh dari bayangan.
Saking paniknya Iskandar kala itu, dia pun melaporkan kehilangan tersebut ke Polres Tarakan. Namun rasa panik dan takut itu tak juga kunjung hilang lantaran Iskandar belum mendapatkan tanda-tanda uangnya bakal kembali setelah melaporkannya ke polisi sejak bulan lalu.
Untuk mengurangi rasa bimbangnya, Iskandar pun bersedia bercerita kepada media Surya Borneo pada Jumat (9/5/2025). Pengusaha rumput laut ini menjelaskan, kejadian yang tak dia sangka itu bermula saat mendapatkan telepon dari seseorang yang mengaku utusan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada bulan lalu. Hal itu dipertegas dengan logo profil telepon yang tertera pada layar handphone Iskandar. Dia pun percaya seketika. Dari percakapan tersebut, kata dia, pelaku mengaku bekerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tarakan. Bahkan mereka sempat janjian bertemu di lantai 3 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tarakan.
“Dia (pelaku) tahu semua data saya. Dia tahu nama, alamat, saya usaha apa, semua dia tahu. Sempat kami video call, memang sekilas saja mukanya (wajah), tapi di belakangnya <span;>(background saat video call) itu di Kantor Pajak, jadi saya percaya,” ungkap Iskandar.
Percakapan pun berlanjut. Iskandar menguraikan, awalnya dia diminta untuk memperbarui nomor Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari 15 angka menjadi 16 angka, yang ternyata jumlah angka tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait perubahan format NPWP. Iskandar sempat tersadar bahwa permintaan tersebut adalah bagian dari trik untuk memperoleh data pribadi.
Namun, kecurigaan itu menguap. Di akhir percakapan, Iskandar mengaku dibebankan biaya materai online sebesar Rp10.000, yang semakin menguatkan dugaannya bahwa penipu menggunakan dokumen digital untuk menyelesaikan transaksi tersebut. Tak lama, tepatnya pada malam tanggal 15 April 2025, kejanggalan muncul saat Iskandar mengecek saldo di rekeningnya. Ada aktivitas penarikan uang melebihi limit yang ditentukan. Iskandar kaget.
Bolak-balik dia memastikan uangnya yang berpindah rekening secara tiba-tiba. Awalnya Rp250 juta menggunakan layanan BI Fast In ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan nomor rekening 723601020xxxxxx berpindah. Pada lembar mutasi itu tertera nama Ilham Maulana sebagai pemilik rekening. Hanya dalam hitungan jam hari itu, menyusul Rp200 juta uangnya hilang entah kemana. Setelah dicek, uang itu rupanya sudah berpindah melalui By BI fast ke nomor rekening BNI dengan nomor rekening 19214xxxxx atas nama Dewi Tri Sejati.
Iskandar pun dibuat bingung. Beralihnya uang hasil keringatnya itu ke rekening orang lain membuatnya tak habis pikir. Bagaimana bisa dalam sekejap, uang Rp450 juta lenyap melebihi limit yang telah ditentukan pihak bank.
“Kalau limitnya dilanggar dari tahun-tahun sebelumnya, itu (transaksi), otomatis kami tidak mengalami kerugian sebesar ini,” keluh Iskandar.
Menurut warga Kelurahan Pantai Amal ini, sejak menjadi nasabah BNI selama hampir 10 tahun, limit transaksi harian yang diterapkan adalah Rp100 juta. Dan selama itu pula, dia tak pernah melakukan transaksi melebihi batas tersebut. Dia juga heran, kenapa bisa ada penarikan uang melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Pasalnya, setelah hilangnya uang Rp450 juta, menyusul ada transaksi kecil dengan nominal berbeda yang ditarik menggunakan ATM. Sehingga, total Rp575 juta uangnya lenyap tak berbekas.
“Jadi agak aneh juga, karena itu termasuk penggandaan ATM. Sedangkan ATM-nya itu ada di tangan saya. Selama ini ATM tidak pernah tercecer. Dan (saat) peristiwa ini pun terjadi, ATM masih di tangan saya. Dan saya bisa buktikan ke BNI waktu itu,” ungkapnya.
Kegundahan Iskandar pun berlarut usai mendapatkan informasi awal dari pihak BNI Cabang Kota Tarakan. Disebutkan Iskandar, saat itu pihak BNI menduga ada<span;> penipu yang telah memanfaatkan verifikasi wajah untuk mengakses akun Iskandar. Pelaku diduga menggunakan metode tangkap layar wajah Iskandar melalui aksi video call untuk mengakses aplikasi Wonder BNI, yang sebelumnya tidak pernah menggunakan verifikasi wajah sebagai metode login.
“Kami tidak pernah menggunakan wajah untuk login. Selama ini hanya menggunakan user dan password. Jadi agak bingung kalau itu bisa dimanfaatkan untuk meretas,” ungkap Iskandar.
Dari pantauan Surya Borneo, yang disampaikan Iskandar cukup menarik diulas. Pasalnya, aksi penipuan serupa juga pernah terjadi di kota lain, salah satunya adalah nasabah di Gorontalo. Modusnya pun sama, dimulai dengan video call lalu menekan korban dengan persoalan pajak. Selanjutnya, pelaku akan meminta korban mengunduh aplikasi mobile-DJP melalui video call. Ujung-ujungnya, pelaku akan mengelabui korban dengan meminta One-Time Password (OTP) yang dikirim ke handphone korban.
Entah bagaimana selanjutnya, pelaku pun berhasil menguras tabungan korban tanpa sisa. Begitu juga yang dilakukan oleh 2 terduga pelaku bernama Ilham Maulana dan Dewi Tri Sejati yang namanya tertera pada lembar mutasi di rekening Iskandar.
“Kami hanya diminta (pihak BNI) untuk menunggu hasil investigasi dari BNI Pusat selama 20 hari kerja,” ungkap Iskandar.
Terkait masalah ini, Pimpinan BNI Cabang Tarakan, Ruliansyah saat dikonfirmasi belum bersedia memberikan informasi lanjutan terkait kasus tersebut. Dia hanya menyampaikan tindakan mereka melalui rilis yang mereka sebar pada 5 Mei 2025 lalu. Dalam rilis tersebut, pihaknya telah memberikan tanggapan dan klarifikasi pemberitaan mengenai dugaan tindak penipuan yang menyebabkan hilangnya dana dari rekening salah satu nasabah mereka.
Pihak BNI Cabang Tarakan juga menyampaikan keperihatinan mendalam atas kejadian yang menimpa Iskandar. Meski demikian, Ruliansyah menegaskan, laporan nasbah telah diterima dan saat ini sedang ditindaklanjuti secara serius sesuai prosedur yang berlaku.
“Dari hasil pengecekan awal, diketahui transaksi dilakukan oleh pihak ketiga yag diduga memanfaatkan modus social engineering, dengan memanipulasi psikologis korban untuk membagikan informasi bersifat rahasia,” kata Ruliansyah dalam rilis tersebut.
Tak hanya itu, pihak BNI juga membantah sistem keamanan mereka lebih dalam kasus ini. “Perlu kami tegaskan bahwa seluruh sistem keamanan perbankan kami, termasuk aplikasi digital memiliki pengamanan berlapis dan tidak dapat diakses oleh pihak ketiga tanpa adanya pemberian akses langsung oleh pemilik rekening,” tegasnya (rz)
Discussion about this post