SB, TARAKAN – Badan Pelindungan dan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara (Kaltara) melakukan upaya mengantisipasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) Ilegal masuk ke Malaysia saat momen arus mudik dan balik lebaran 2025.
Kepala BP3MI Kaltara Kombes Pol Fj Ginting mengungkapkan, langkah preventif dan represif terus dilakukan guna pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan penindakan terhadap aktivitas keberangkatan ilegal.
“Upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan penindakan terhadap aktivitas keberangkatan ilegal terus dilakukan melalui langkah preventif dan represif,” katanya.
Ginting menjelaskan, langkah ini melibatkan pelaksanaan kegiatan secara mandiri maupun kolaborasi sinergis dengan instansi terkait seperti TNI dan Polri, khususnya melalui PAMTAS di titik-titik perbatasan yang rawan terjadi penyeberangan ilegal.
“Tindakan preventif telah dilakukan jauh sebelumnya, antara lain dengan menyosialisasikan informasi, menyebarkan brosur, memberikan imbauan kepada masyarakat, baik secara langsung ketika mereka sedang cuti, maupun melalui media sosial,” jelasnya.
Saat ini, kata dia, kegiatan tersebut dilakukan melalui pendekatan terbuka dan tertutup. Pendekatan tertutup meliputi operasi-operasi mobile dengan metode hunting atau penjagaan di area-area yang memiliki potensi tinggi sebagai jalur penyeberangan.
“Di sisi lain, langkah penindakan langsung dilakukan dengan berkoordinasi bersama personel di lapangan seperti PAMTAS, TNI, Polri, dan LANAL untuk memperkuat pengawasan secara simultan di titik-titik rawan,” ucap Ginting.
Ginting mengungkapkan, pengawasan di pintu-pintu keluar juga terus diperketat, terutama mengantisipasi lonjakan jumlah tenaga kerja yang pulang kampung atau mudik.
Selain itu, upaya pengaturan bagi mereka yang menggunakan jalur setengah prosedural dengan modus paspor juga menjadi perhatian.
“Dalam hal ini, dilakukan kerja sama dengan pos-pos pemeriksaan seperti di CPI, Tunon Taka, dan pihak imigrasi. Penyaringan awal dan akhir diterapkan untuk mengidentifikasi indikasi atau profil pelaku yang tidak sesuai berdasarkan data intelijen,” terangnya.
Lebih lanjut, Ginting menjelaskan, apabila terdeteksi, akan dilakukan penundaan keberangkatan sesuai dengan ketentuan Pasal 13 dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Di kawasan lain seperti Tarakan dan Balikpapan, koordinasi dengan pihak imigrasi dan instansi terkait juga dilakukan untuk mendukung pelaksanaan pengawasan,” katanya.
Ginting juga mengungkapkan, fenomena migrasi tradisional yang sudah berlangsung sejak tahun 1937 hingga saat ini menunjukkan kuatnya hubungan emosional dan historis antara penduduk di daerah perbatasan, khususnya migran asal Sulawesi Selatan yang mendominasi sekitar 60-65 persen populasi di Sabah.
Dalam operasi pencegahan, aparat keamanan seperti Bais dan PAMTAS berhasil menggagalkan sekitar 30 kasus keberangkatan ilegal.
Sebagian besar pelaku berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan, dengan penggunaan Kaltara sebagai jalur utama keluar-masuk wilayah.
“Potensi jalur ilegal juga tersebar hampir di 100 titik perbatasan. Kerja sama multi-instansi menjadi kunci dalam memantau area seperti Malinau hingga sempadan Lumbis Pansiangan yang meliputi wilayah Kilo 1, Kilo 5, Kilo 11,” ucap Ginting.
“Mengingat belum adanya kantor resmi di sejumlah lokasi tersebut, kolaborasi dengan pihak lokal seperti Lumbis dan PAMTAS menjadi sangat krusial untuk mengamankan wilayah yang rawan eksploitasi migrasi ilegal,” tutupnya.
Reporter : M. Rizqiyanto Firdaus
Discussion about this post