SB, TARAKAN – Gangguan pelayanan transportasi laut yang terjadi belakangan ini direspons langsung oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Tarakan, Anggiat Douglas Silitonga. Ia menjelaskan, gangguan tersebut terjadi karena adanya peralihan kewenangan penerbitan sertifikat kapal dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) ke KSOP. Hal ini sesuai dengan kebijakan baru dari pemerintah pusat.
“Perubahan ini merujuk pada Instruksi Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran pada Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan. Dengan aturan ini, kewenangan perpanjangan sertifikat kapal yang sebelumnya dipegang oleh Perhubungan Darat, kini menjadi tanggung jawab Perhubungan Laut melalui KSOP,” ungkap Anggiat.
Ia mengungkapkan, pihaknya bersama BPTD Kalimantan Utara telah melakukan rapat koordinasi lanjutan untuk menyesuaikan dampak dari peralihan kewenangan ini, terutama dalam pelayanan terhadap armada laut yang beroperasi di wilayah Tarakan dan sekitarnya. Meski kewenangan utama sudah berpindah, Anggiat menyebutkan, untuk sementara waktu penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) bagi kapal-kapal penyeberangan di pelabuhan, seperti Pelabuhan Tengkayu masih tetap dilakukan oleh BPTD.
“Penerbitan SPB oleh BPTD akan berjalan hingga 30 Desember 2025,” jelasnya.
Terkait dengan proses sertifikasi keselamatan kapal, terutama speedboat reguler, KSOP memastikan kini semua proses dilakukan secara digital melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Perkapalan dan Kepelautan (Simkapel). Namun, Anggiat menekankan bahwa tidak semua kapal langsung bisa masuk ke sistem tersebut.
“Semua proses penerbitan sertifikat keselamatan kapal harus memenuhi sejumlah prosedur. Di antaranya, sertifikat hanya bisa diterbitkan oleh KSOP di lokasi di mana kapal tersebut berada. Jadi kalau kapalnya ada di Tarakan, maka KSOP Tarakan yang berwenang menerbitkan,” katanya.
Ia menambahkan, kapal juga harus melalui verifikasi kelayakan laut, pemeriksaan fisik, serta pengukuran ulang sebelum bisa didaftarkan dalam Simkapel. “Kalau kapalnya belum didaftarkan dan belum diukur, maka dia belum bisa masuk ke aplikasi Simkapel,” terang Anggiat.
Anggiat mengakui, masa peralihan ini tidak terhindar dari kekurangan. Namun, KSOP berkomitmen untuk memfasilitasi semua pihak guna memastikan keselamatan pelayaran tetap menjadi prioritas.
“Tentunya ini dalam rangka supaya pemerintah bisa hadir dalam menjamin keselamatan. Itu yang paling penting, menjamin keselamatan masyarakat yang bermobilisasi menggunakan angkutan laut,” pungkasnya. (rz)
Discussion about this post